UTAMA  

PMKRI Kupang Soroti Lambannya Kinerja Kejati Tangani Kasus Korupsi di NTT

PMKRI Kupang Soroti Lambannya Kinerja Kejati Tangani Kasus Korupsi di NTT

Kupang, Penatimor.com – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar aksi demonstrasi di Kantor DPRD NTT, Jumat (2/7/2019).

Para aktivis mahasiswa itu menyoroti kinerja Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT yang dinilai lamban menangani kasus-kasus korupsi di daerah itu, terutama pada kasus korupsi pembangunan Monumen Pancasila yang menghabiskan dana Rp28,2 miliar di Desa Nitneo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang.

Mereka meminta pihak Kejati NTT tidak “masuk angin” dan mengusut tuntas kasus tersebut hingga ke akar akarnya. Termasuk kasus korupsi Gedung NTT Fair yang dibangun mulai Mei 2018 dengan anggaran Rp31 miliar. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan yakni Desember 2018, proyek belum rampung.

Saat berorasi di halaman depan gedung DPRD NTT, massa aksi meminta lembaga DPRD Provinsi NTT segera bersurat ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI agar mencopot Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT dari jabatannya.

“Kami meminta secara kelembagaan, DPRD NTT segera bersurat ke Kejaksaan Agung untuk segera mencopot Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, karena tidak mampu menuntaskan kasus-kasus korupsi di daerah ini,” ujar Koordinator Umum Aksi, Alexius Eston Ance.

Menurut Alexius, penanganan kasus korupsi oleh Kejati NTT selalu menyisakan tanda tanya dan misteri bagi masyarakat NTT. Karena itu, PMKRI menilai, Kejati NTT tidak mampu memaksimalkan peran dan fungsinya untuk menegakkan hukum dan keadilan di Provinsi NTT.

“Kalau tidak mampu memaksimalkan peran dan fungsinya untuk menegakkan hukum di NTT ini maka sebaiknya dicopot saja dari jabatannya, untuk apa digaji kalau kinerjanya tidak terukur,” tegasnya.

PMKRI Kupang Soroti Lambannya Kinerja Kejati Tangani Kasus Korupsi di NTT

Pantauan media ini, massa aksi diterima oleh Wakil Ketua Komisi I DPRD NTT, Josep Leonardy Ahas yang langsung mengarahkan massa aksi untuk berdialog di ruang rapat komisi tersebut.

Dalam dialog tersebut, Ketua Presidium PMKRI Cabang Kupang, Adrianus Oswin Goleng menyampaikan sejumlah tuntutan, dan juga menilai DPRD NTT tidak maksimal dalam menjalankan fungsi pengawasan.

“Kami melihat DPRD NTT lemah dalam fungsi pengawasan, sehingga beberapa tahun belakangan ini banyak sekali skandal kasus korupsi, karena itu tidak salah ketika NTT ini masuk dalam urutan ketiga termiskin di Indonesia,” ungkapnya.

Adrianus mengatakan, hari ini muncul mosi tidak percaya dari PMKRI Kupang terhadap sistem penegakan supremasi hukum di bawah Kejati NTT yang tidak mampu membongkar skandal kasus-kasus korupsi yang terjadi di NTT.

“Pemerintah Provinsi kemudian berinisiatif mendorong kasus ini diambil alih KPK, ini sebetulnya menunjukkan bahwa Kejati NTT lemah, tidak mampu membongkar mafia korupsi yang berkaitan dengan pembangunan Monumen Pancasila dan Gedung NTT Fair,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi I DPRD NTT, Josep Leonardy Ahas yang biasa disapa Leo Ahas mengatakan, terkait masalah pengawasan ada tiga bentuk yaitu pengawasan internal dan eksternal, pengawasan politik dan pengawasan sosial atau masyarakat.

Pengawasan internal dilakukan oleh Inspektorat, pengawasan eksternal oleh BPK dan KPK, sementara DPR menjalankan fungsi pengawasan politik, sedangkan pengawasan masyarakat dilakukan oleh komponen masyarakat sendiri seperti yang dilakukan oleh para mahasiswa.

“Jadi DPR berada pada posisi pengawasan politik sehingga tidak masuk sampai pada hal-hal teknis. Sehingga kita berharap, dugaan korupsi Monumen Pancasila diawasi oleh Inspektorat, dan informasi terakhir ada kemungkinan diambil alih KPK, itu merupakan bagian dari pengawasan eksternal,” ungkapnya.

PMKRI Kupang Soroti Lambannya Kinerja Kejati Tangani Kasus Korupsi di NTT

Leo Ahas menegaskan, pada prinsipnya DPRD setuju bahwa tindak pidana korupsi harus dilawan. Tata kelola pemerintahan yang baik harus bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).

“Karena itu Komisi I DPRD NTT mendorong supaya proses dugaan korupsi Monumen Pancasila berada sesuai dengan koridor hukum yang sebenarnya dan berproses sebagaimana mestinya,” tegasnya.

Dia menjelaskan, Fungsi DPRD adalah fungsi koordinasi dengan instansi vertikal, karena itu pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pihak kejaksaan untuk mencari tahu sejauh mana penanganan terkait kasus-kasus yang dipertanyakan masyarakat dalam hal ini PMKRI Kupang.

“Kami harapkan hal ini menjadi perhatian Pemerintah Daerah, DPRD, Kejaksaan Tinggi NTT, KPK dan juga perhatian masyarakat NTT. Aspirasi yang hari ini masuk ke kami akan dikaji bersama dan menjadi sikap lembaga. Prinsipnya, sebagai anggota DPRD kami mendukung penegakan hukum harus dilakukan sampai tuntas sesuai dengan mekanisme yang benar,” tandas Leo Ahas. (ale)

error: Content is protected !!