KUPANG, PENATIMOR – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) semakin intensif mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam transaksi pembelian surat berharga Medium Term Notes (MTN) senilai Rp 50 miliar oleh Bank NTT dari PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance.
Penyidik segera memeriksa empat saksi kunci di Jambi, yang juga terlibat dalam skandal korupsi serupa.
Kepala Seksi Penyidikan Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTT, Mourest Aryanto Kolobani, S.H., M.H., mengungkapkan kepada media ini, Kamis (6/2/2025), bahwa tim penyidik yang dipimpin oleh Godlief Hae, S.H., terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi.
Hingga saat ini, puluhan saksi telah dimintai keterangan, termasuk pejabat dan mantan pejabat Bank NTT serta pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sebagai bagian dari upaya mengembangkan penyidikan, penyidik akan segera memeriksa empat orang saksi di Jambi, yakni Leo Darwin, Andri Irvandi, Arif Efendy, dan Dadang Suryanto.
Keempatnya juga berstatus terdakwa dalam kasus korupsi gagal bayar MTN PT SNP Finance di Bank Jambi, yang tengah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jambi.
Kasus ini telah menimbulkan kerugian negara yang cukup besar, dan Kejati NTT terus mengumpulkan bukti serta keterangan untuk mengungkap lebih jauh keterkaitan kasus di Bank NTT dengan skandal serupa yang mengguncang perbankan di Jambi.
Skandal Korupsi MTN Bank Jambi, Leo Darwin Dituntut 16 Tahun Penjara
Sementara itu, dalam persidangan di PN Jambi pada Selasa (4/2/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Leo Darwin, Direktur PT Columbindo Perdana-Cash & Credit atau PT Citra Prima Mandiri (Columbia), dengan hukuman 16 tahun penjara.
Leo Darwin dinyatakan bersalah dalam skandal korupsi MTN PT SNP yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 310 miliar.
“Terdakwa terbukti bersalah sesuai dengan dakwaan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP,” ujar JPU Suryadi dalam sidang.
Selain pidana penjara, Leo Darwin juga dikenakan denda sebesar Rp 750 juta dengan ketentuan subsider enam bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 287 miliar. Jika tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika asetnya tidak mencukupi, Leo Darwin akan dijatuhi hukuman tambahan 10 tahun penjara.
Sidang berikutnya akan digelar pada 11 Februari 2025 dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa.
Kasus ini turut menyeret petinggi Bank Jambi, termasuk mantan Direktur Utama (Dirut) Yunsak El Halcon dan mantan Dirut PT MNC Sekuritas, Dadang Suryanto, yang sebelumnya telah divonis 13 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jambi.
Putusan serupa juga dijatuhkan kepada mantan Pjs Capital Market Director PT MNC Sekuritas, Andri Irvandi.
Leo Darwin sendiri sempat buron dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sebelum akhirnya ditangkap pada Juli 2024. Skandal ini menjadi salah satu kasus korupsi terbesar yang mengguncang sektor perbankan di Jambi.
Klarifikasi Bank NTT
Manajemen PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTT sejak lama telah menanggapi polemik ini.
Bank NTT melalui Kuasa Hukum nya, Apolos Djara Bonga, S.H., jauh sebelumnya telah memberikan penjelasan resmi mengenai kasus ini.
Bank NTT menyatakan bahwa sejak 2011 telah melakukan transaksi surat berharga, termasuk MTN, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah memperoleh laba.
Apolos Djara Bonga menjelaskan bahwa sebelum bertransaksi dengan PT SNP Finance, Bank NTT telah memperoleh keuntungan hingga Rp 1 triliun dari transaksi MTN lainnya.
Menurutnya, pembelian MTN dengan PT SNP Finance telah melalui prosedur yang sesuai, termasuk uji tuntas (due diligence) berdasarkan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Namun, pada Mei 2018, PT SNP Finance mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebelum akhirnya dinyatakan pailit pada 27 Oktober 2018.
“Pada November 2019, Bank NTT bersama kuasa hukum dan kreditur menghadiri rapat dengan tim kurator PKPU untuk mengajukan tagihan. Tagihan tersebut telah diterima dan dicatat oleh tim kurator,” jelas Apolos.
Ia menambahkan bahwa risiko bisnis seperti ini juga dialami oleh banyak bank besar lainnya. Saat ini, proses pengembalian dana Bank NTT masih terganjal penyidikan Bareskrim Mabes Polri atas aset PT SNP Finance senilai Rp 52 miliar yang masih dalam sitaan.
Penyidikan kasus MTN Bank NTT terus berlanjut, dengan Kejati NTT berupaya mengungkap setiap aspek dalam transaksi yang diduga merugikan negara ini. Publik pun menantikan perkembangan selanjutnya, termasuk hasil pemeriksaan terhadap saksi-saksi di Jambi. (bet)