Kupang, penatimor.com – Pelayanan RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang dinilai mengecewakan.
Hal ini tengah menjadi sorotan masyarakat, khususnya terkait meninggalnya pasien Yohanes Edward Tupu (57), yang merupakan tujukan dari RSUD Menia, Kabupaten Sabu Raijua.
Ungkapan kekecewaan ini disampaikan keluarga pasien Yohanes Jakop Edward Tupu yang juga adalah ASN di Pemkab Sarai.
Yohanes mengembuskan napas terakhir saat dirawat di ruangan Anggrek, Selasa
(11/8/2020) siang.
Kematian pasien rujukan ini menyisakan kekecewaan mendalam bagi keluarga terhadap manajemen rumah sakit.
Sebab kematian itu dianggap keluarga akibat kelalaian pihak rumah sakit yang terlambat menangani pasien.
Pantauan media ini, ketika jenazah dipindahkan ke ruangan Instalasi Pemulasaraan Jenazah (IPJ), tampak keluarga berteriak histeris meminta pertanggungjawaban pihak rumah sakit yang dinilai telah lalai dalam menangani pasien selama dirawat beberapa waktu.
“Ini adalah kebobrokan rumah sakit, kami minta dokter bertanggung jawab. Beri kami penjelasan yang pasti terkait kematian keluarga kami ini,” teriak Frans Penu Moy, adik dari pasien meninggal itu.
Keributan di depan ruangan pemulasaraan jenazah itu terjadi sekian lama waktu.
Namun teriakan keras para keluarga pasien meninggal tak kunjung membuat dokter atau tenaga medis menampakkan diri mereka di ruangan itu.
Dua petugas keamanan rumah sakit berusaha menenangkan amara keluarga dengan upaya seadanya.
Frans Penu Moy kepada wartawan menceritakan kalau Yohanes Edward Tupu adalah pasien rujukan dari RSUD Menia, Sabu Raijua.
Edward Tupu telah divonis menderita sakit pada paru-paru sebelum ia diantar keluarga ke RSUD W.Z. Johanes Kupang.
Ia datang bersama pasien tiba di RSUD Kupang pada Jumad pagi, 7 Agustus 2020, untuk mendapatkan perawatan.
Namun saat itu pihak rumah sakit menolak pasien dengan alasan harus melalui rapid test Covid-19.
“Sehingga kami harus pulang dan baru boleh kembali ke sini pada hari Senin, tanggal 10,” ujarnya.
“Kemarin hari Senin itu kami datang lagi untuk rapid test. Tapi kami disuruh pulang lagi untuk menunggu hasilnya hari ini,” lanjut dia.
“Namun tadi Yohanes Jakop Edward Tupu menghembuskan nafas terakhirnya di ruangan Anggrek, RSUD Prof. Dr. WZ Johanes Kupang sekitar jam 12.00,” urainya.
Diceritakan, beberapa saat sebelum meninggal dunia, adiknya sempat mendapat perawatan medis RS berupa suntikan.
“Kami tidak tahu itu suntikan apa, namun setelah selesai disuntik adik kami teriak kesakitan, keluar muntah darah berulang-ulang. Hal itu tidak pernah dialami pasien sebelumnya,” cerita Frans Moy penuh heran.
“Kami berusaha panggil dokter saat itu, namun hingga adik kami meninggal mereka tidak juga datang,” tambahnya.
Alasan utama pihak keluarga protes dan kecewa dengan pihak RS adalah karena tidak adanya penjelasan medis sama sekali dari dokter penanggung jawab pemeriksaan terkait meninggalnya pasien.
Mulai dari ruangan Anggrek tempat pasien menghembuskan nafas terakhirnya hingga dibawa ke ruangan instalasi pemulasaraan jenazah, pihak keluarga belum mendapatkan keterangan dokter.
“Bahkan aneh yah, dokter alasannya karena lagi mengunjungi kerabatnya yang berduka. Kan mesti ada dokter lain untuk memberikan pananganan,” tandasnya.
“Kami akan tetap menunggu sempai ada dokter yang berikan keterangan,” ujarnya sambil sekali mengusap air mata.
Sementara, Wadir Bagian Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD WZ Johanes Kupang, Dr Stef Dhe Soka yang dikonfirmasi terpisah kepada media mengaku belum mendapat laporan terkait masalah itu.
“Terima kasih informasinya, saya akan segera cek,” kata dr Stef.
Menurut dr. Stef, pihak RSUD W.Z. Johanes Kupang sebenarnya selalu melayani pasien sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).
“Pada intinya kami selalu ikut SOP. Tapi kita pahami itu adalah reaksi keluarga atas kehilangan kerabatnya,” ujar Stef. (wil)