Lewoleba, penatimor.com – Sebanyak 5.526 orang warga telah mengungsi di Kota Lewoleba, Kabupaten Lembata pasca erupsi gunung Ile Lewotolok, Minggu (29/11/2020) lalu.
Ribuan pengungsi ini ditampung pada 13 lokasi masing-masing halaman kantor bupati lama 514 orang, aula Angkara 169 orang, aula BKD 46 orang, los pasar Lamahora 112 orang.
Aula Lewoleba Tengah 286 orang, aula Lewoleba Barat 286 orang, aula Selandoro 1.015 orang, aula Lewoleba Timur 1.042 orang, aula Lewoleba Selatan 467 orang, aula Lewoleba Utara 105 orang, kelurahan Lewoleba 347 orang, Desa Tapulangu, Kecamatan Lebatukan 287 orang dan Parak Walang Ile Ape 456 orang.
Pemkab Lembata sendiri membutuhkan banyak bantuan terutama makanan dan bahan kebutuhan lainnya.
“Bahwa pemerintah Kabupaten Lembata membutuhkan bantuan dari semua pihak untuk memenuhi kebutuhan warga pengungsi baik berupa material maupun dukungan moril dan pelayanan kesehatan,” ujar Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur, ST, MT saat bertemu Kapolda NTT, Irjen Pol Drs Lotharia Latif, SH, MHum dan Danrem161/Wirasakti Brigjen TNI Samuel Petrus Hehakaya dan Kabinda NTT, Brigjen TNI Adrianus Surio Agung Nugroho, S.Sos, M.Tr, Selasa (1/12/2020).
Bupati menjelaskan bahwa seluruh tenaga outshorsing perawat yang sudah dirumahkan akan dipanggil kembali untuk membantu penanganan covid dan bencana erupsi gunung.
Sementara para pengungsi yang berada di posko Tapulangu akan dievakuasi ke Posko utama Kota Lewoleba.
Bupati juga mengharapkan agar Danlatamal VII Kupang membantu menyiapkan 1 buah sped AL guna memperlancar evakuasi pasca bencana erupsi.
Bupati juga berterima kasih kepada pimpinan TNI dan Polri atas kepedulian dan bantuan yang diberikan serta akan dicatat dan didata secara akurat untuk diberikan kepada pengungsi.
Sekda Kabupaten Lembata, Paskalis Tapobali, MP, MT pada kesempatan tersebut menjelaskan bahwa Letusan Gunung Ile Lewotolok tercatat sejak tahun 1660 kemudian tahun 1819 dan 1849.
Pada tanggal 5 dan 6 Oktober 1852 terjadi letusan yang merusak daerah sekitarnya dan muncul kawah baru serta komplek solvatara di sisi timur tenggara,
Letusan gunung Ile Lewotolok juga terjadi pada tahun 1864, 1889 dan terjadi pada 1920 dikabarkan penduduk terjadi letusan kecil.
Pada tahun 1939 dan 1951 terjadi kenaikan aktivitas vulkanik gunung Ile Lewotolok.
Letusan gunung Ile Lewotolok berupa lontaran lava pijar, abu, awan panas dan hembusan kawa beracun.
Gunung api ini sempat mengalami masa krisis gempa pada Januari 2012 dan saat itu TBMBG meningkatkan status gunung dari normal ke waspada hingga siaga dalam waktu kurang dari 1 bulan.
Status aktivitas vulkanik gunung ditingkatkan dari aktivitas normal ke waspada sejak terhitung pada tanggal 7 Oktober 2017 pukul 20.00 Wita.
Saat ini skalasi Gunung Ile Lewotolok yakni pada tanggal 26 November 2020 status waspada yang terekam gempa tremor tidak menerus pada seismometer.
Pada 27 November 2020 status waspada yaitu terjadi erupsi pukul 05.57 wita, aktivitas kegempaan paska erupsi sempar mengelami sedikit penurunan.
Sementara pada 29 November 2020 status siaga yaitu erupsi kedua pukul 09.45 wita.
Selanjutnya kegempaan yang mengindikasikan adanya suplaimagma dari kedalam, kembali meningkat berupa 6 kali gempa vulkanik dalam (VA).
“Tremor menerus kemudian muncul mulai sekitar 15 menit sebelum erupsi terjadi,” tandasnya.
Pada pukul 13.00 Wita tingkat aktivitas gunung api Ile Lewotolok dinaikan dari level 2 waspada menjadi level 3 siaga dan pada tanggal 30 November 2020 kembali terjadi erupsi sekitar pukul 23.20 Wita. (ima)