KUPANG, PENATIMOR – Di sebuah kampung indah bernama Tronter, Desa Margeta, Kecamatan Abad Selatan, Kabupaten Alor, terlahir seorang pria bernama Lewi Tangwal. Kampung ini adalah rumah bagi budaya yang kaya dan tradisi yang kuat, yang diberikan oleh nenek moyang mereka.
Lewi, dengan cintanya pada warisan ini, akhirnya menjadi ketua Sanggar Tominuku, sebuah kelompok seni yang belum lama ini ia dirikan di Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sanggar Tominuku bukanlah kelompok seni biasa. Mereka memiliki pengalaman yang kaya dalam mengisi berbagai acara adat, keagamaan, penerimaan tamu, pernikahan, pawai, dan banyak lagi.
Apa yang membedakan mereka adalah bahwa sanggar ini bukan hanya dari satu kampung atau suku, melainkan terdiri dari anak-anak dari berbagai kampung dan suku yang berbeda di daerah Margeta dan sekitarnya.
Lewi dengan bijaknya merangkul dan mengajak semua orang untuk bersatu di bawah satu bendera, Sanggar Tominuku.
Ia memahami bahwa kekayaan budaya Alor tidak hanya milik satu kampung atau suku, tetapi milik semua orang Alor. Bersama-sama, mereka berusaha untuk mempertahankan dan mempromosikan budaya mereka.
Salah satu momen penting dalam perjalanan Sanggar Tominuku adalah ketika mereka diundang oleh stasiun TVRI NTT untuk tampil dalam acara “Beta Budaya” sebagai pemerhati budaya. Lewi dengan bangga menjelaskan Tarian Cakalele dan Tarian Perang dari Alor, serta arti dari nama Sanggar Tominuku.
Meskipun mereka masih memiliki keterbatasan dalam peralatan musik seperti gong dan tambur, semangat mereka untuk melestarikan budaya Alor tidak pernah pudar.
Anak-anak Sanggar Tominuku berasal dari berbagai latar belakang. Ada yang masih menjadi mahasiswa, ada yang sedang menjalani Program Kerja Lapangan (PKL), ada juga yang sudah lulus kuliah.
Namun, mereka selalu siap untuk berkontribusi pada Sanggar Tominuku, bahkan ketika mereka berada di Kota Kupang.
Sanggar Tominuku adalah bukti nyata bahwa budaya adalah warisan berharga yang harus dijaga. Mereka telah mengambil tugas mulia ini dengan sungguh-sungguh, berjuang untuk menjaga tradisi nenek moyang mereka tetap hidup di tengah arus modernitas yang terus bergerak maju.
Dengan semangat yang tak pernah pudar, mereka adalah inspirasi bagi kita semua untuk mencintai dan melestarikan akar budaya kita sendiri. (bet)