Kupang, penatimor.com – Muhamad Ruslan divonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang dengan pidana penjara selama 10 tahun.
Demikian diktum putusan hakim yang disampaikan dalam persidangan pada Kamis (26/11/2020).
Selain pidana penjara, Muhamad Ruslan yang merupakan terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit pada Bank NTT Cabang Surabaya tahun 2018 itu juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan jika denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Amar putusan hakim juga menetapkan Muhamad Ruslan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primair.
“Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.050.000.000 kepada negara Cq. Bank NTT yang diperhitungkan dari uang barang bukti sejumlah Rp 9.509.924.588 dan sisanya sejumlah Rp 459.924.588 dikembalikan kepada terdakwa,” sebut Majelis Hakim Jonson Mira Manggi saat membacakan diktum putusannya.
Sementara, barang bukti berupa tanah dan bangunan atas nama Tjandraliman di Desa Panjang Jiwo, Kota Madya Surabaya dan sebidang tanah di Desa Tambakoso atas nama Siti Fauziah juga dirampas untuk negara.
“Barang bukti berupa tanah dan bangunan di Kota Malang dikembalikan kepada Muhamad Ruslan. Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000,” tegas Majelis Hakim lagi.
Terhadap putusan hakim ini, JPU dan Penasehat Hukum terdakwa sama-sama masih menyatakan pikir-pikir, apakah menerima putusan atau sebaliknya menolak putusan dan menempuh upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Kupang.
Diberitakan sebelumnya, Muhamad Ruslan dituntut dengan hukuman tinggi oleh JPU Kejati NTT.
Terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian kredit modal kerja dan modal investasi oleh Bank NTT Cabang Surabaya itu dituntut hukuman 10 tahun penjara.
Tuntutan JPU terhadap terdakwa Muhamad Ruslan dilakukan secara virtual, Senin (9/11).
Amar tuntutan JPU, menyatakan terdakwa Muhamad Ruslan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi masa tahanan yang telah dijalani terdakwa,” kata JPU Hendrik Tiip saat membacakan amar tuntutan.
JPU juga menuntut terdakwa dihukum untuk membayar denda sebesar Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
“Menghukum terdakwa membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.050.000.000 kepada negara Cq. Bank NTT Cabang Surabaya yang diperhitungkan dari uang sitaan Rp 9.509.924.588, dan sisanya sejumlah Rp 459.924.588 dikembalikan kepada terdakwa Muhamad Ruslan,” sebut JPU.
Tidak hanya itu, JPU juga menuntut agar barang bukti berupa sebidang tanah dengan SHM 188 atas nama Tjandra Liman di Desa Panjang Jiwo, sebidang tanah dengan SHM Nomor 189 dan sebidang tanah dengan SHM Nomor 888 atas nama Siti Fauziah dinyatakan dirampas untuk negara.
Serta menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000.
Sementara itu, Philipus Fernandez selaku penasehat hukum terdakwa, menilai tuntutan JPU sangat tinggi.
“Tuntutan Muhamad Ruslan 10 tahun. Ini berat sekali, padahal sudah kasih kembali kerugian negara,” ungkap Philipus.
Untuk itu, menurut Philipus pihaknya mengajukan pledoi pada sidang lanjutan Senin (16/11) mendatang.
“Satu hal yang kami prihatin, tuntutan tersebut telah melampaui pedoman tuntutan sesuai surat edaran Jaksa Agung. Terlalu berat bagi terdakwa apalagi terungkap dalam persidangan terdakwa juga korban dalam perkara ini atas perbuatan Stefanus Sulayman,” ungkap pengacara senior yang akrab disapa Fery Fernandez itu.
“Kami sering membaca di media Pak Kajati NTT selalu mengatakan Iustitia Est in Corde (Keadilan itu ada dalam hati), akan tetapi tuntutan bagi terdakwa Muhamad Ruslan sama sekali jauh dari Iustitia Est in Corde. Ternyata itu cuma sebatas slogan saja,” lanjut dia.
Philipus berharap mudah-mudahan untuk kasus korupsi lainnya dengan kerugian negara sekitar Rp 66 miliar yang sementara diperiksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor, JPU juga akan memberikan tuntutan yang setimpal dengan nilai kerugian yang ditimbulkan.
“Kita akan liat berapa besar tuntutan JPU jika dibandingkan dengan tuntutan dalam perkara ini. Apakah pakai hati atau tidak,” tegas Philipus.
Sidang dilanjutkan pada (16/11) mendatang dengan agenda pleidoi dari terdakwa.
Sidang dipimpin Majelis Hakim Dju Johnson Mira Manggi, didampingi hakim anggota, Ari Prabowo dan Ali Muhtarom.
Hadir JPU Hendrik Tiip dan Hery Franklin, serta tim penasehat hukum Philipus Fernandes cs. (wil)