Kupang, penatimor.com – Kuasa hukum keluarga Sabaat selaku tergugat, Yance Thobias Messah menanggapi pernyataan kuasa hukum penggugat, Bildad Thonak terkait perkara tanah seluas kurang lebih 10.686 M2 yang terletak di Kelurahan Oesapa, RT 016, Kota Kupang.
Sebelumnya Bildad mengaku, perkara itu kembali dimenangkan kliennya, Sinyo Langoday.
Dalam putusan Pengadilan Tinggi (PT) Kupang pada, 18 Juni 2020, majelis hakim menolak eksepsi para pembanding dan mengabulkan gugatan terbanding untuk seluruhnya.
Menurut majelis hakim, Esau Oktovianus Naimanu adalah anak yang sah dari perkawinan Simon Naimanu dengan Maria Naimanu dan berhak mewarisi tanah objek landerform 175 Ha tanah kering termasuk di dalamnya, ada tanah sengketa seluas kurang lebih 10.686 M2 yang terletak di Kelurahan Oesapa, RT 016/RW 006, Kota Kupang.
Dalam putusan majelis hakim itu, menurut Thobias tidak mencerminkan keadilan.
Karena, telah terjadi pencaplokan wilayah perkara. Lokasi tanah yang menjadi objek sengketa terletak di Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang dan tidak masuk kelurahan Oesapa, kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang.
Ia mengatakan, keterangan yang dijadikan dasar untuk Sinyo Langoday menggugat keluarga Sabaat termasuk di dalamnya Yayasan Arnoldus Kupang merupakan keterangan palsu.
Ia menuding, Sinyo Langoday bersengkokol dengan Camat Kelapa Lima dan Lurah Oesapa untuk membuat dokumen palsu dan merampas tanah masyarakat.
“Ini bagian dari pencaplokan wilayah yang dilakukan Camat Kelapa Lima dan Lurah Oesapa untuk mencaplok wilayah desa Penfui Timur. Bagaimana mungkin wilayah sengketa itu masuk Kelurahan Oesapa? Sementara wilayah yang berbatasan dengan Desa Penfui Timur itu adalah Kelurahan Lasiana bukan Kelurahan Oesapa,” ujar Thobias kepada wartawan, Senin (6/7/2020).
Dalam putusan Pengadilan Negeri, kata Thobias, terjadi disenting opinium terhadap putusan perkara Nomor 46/Pdt.G/2019/PN. Kpg. Hakim anggota dalam pertimbangan hukumnya dengan jelas mengatakan bahwa objek sengketa itu bukan masuk dalam wilayah Kelurahan Oesapa.
“Artinya, perkara itu seharusnya jadi kewenangan Pengadilan Negeri Oelamasi, Kabupaten Kupang, bukan PN Kupang,” katanya.
Dalam memori banding yang diajukan pihaknya dalam sidang banding di PT Kupang, pihaknya telah meminta agar PN Kupang melakukan PS ulang untuk memastikan wilayah objek sengketa.
Anehnya, permintaan tersebut diabaikan.
Ia juga mengaku telah meminta majelis hakim agar dokumen surat pelepasan hak yang dibuat oleh lurah Oesapa dikirim ke penyidik Polda NTT untuk diperiksa sebagaimana diatur dalam pasal 1872 KUHPerdata. Lagi-lagi, permintaan itu tidak dikabulkan PN Kupang.
“Jika suatu akta oetentik yg berupa apa saja, dipersangkakan palsu, maka pelaksanaannya dapat ditanguhkan menurut ketentuan-ketentuan reglemen acara berlaku,” katanya.
“Reglemen hukum acara yang dimaksud adalah Pasal 138 HIR/164 Rbg poin 7 dan 8 berbunyi “Jika pemeriksaan tentang kebenaran surat yang diajukan itu menimbulkan persangkaan bahwa surat itu dipalsukan oleh orang yang masih hidup, maka pengadilan negeri mengirim segala surat itu kepada pegawai yang berkuasa untuk menuntut kejahatan itu. Sementara point 8, berbunyi, perkara yang diajukan ke pengadilan negeri dapat ditangguhkan sampai ada putusan perkara pidana itu,” sambungnya.
Ia menambahkan, untuk membuktikan dugaan rekayasa dokumen, pihaknya akan mengambil langkah hukum melaporkan camat Kelapa Lima, lurah Oesapa dan Dispenda Kota Kupang ke polisi, karena telah menerbitkan keterangan palsu dalam pelepasan hak pajak atas tanah tersebut.
“Kami surati juga wali kota Kupang, Bupati Kupang, Polres Kupang terkait pencaplokan wilayah yang dilakukan penggugat,” tutupnya. (wil)