Kejari Lembata Pulihkan Hubungan Keluarga Paman dan Keponakan Melalui Restorative Justice

Kejari Lembata Pulihkan Hubungan Keluarga Paman dan Keponakan Melalui Restorative Justice

KUPANG, PENATIMOR – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lembata kembali menunjukkan komitmennya dalam menerapkan keadilan yang lebih humanis dengan berhasil memulihkan hubungan kekeluargaan antara terdakwa Mathias Klaru Domaking dan korban Getrudis Hedwiga Bribin.

Melalui mekanisme penghentian penuntutan berbasis keadilan restoratif, konflik antara paman dan keponakan ini berhasil diselesaikan tanpa harus melalui proses persidangan yang berpotensi merusak hubungan keluarga mereka.

Pada Senin pagi, pukul 07.45 hingga 08.30 WITA, ekspose permohonan penghentian penuntutan tersebut dilaksanakan di Ruang Rapat Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) secara virtual melalui aplikasi Zoom.

Kegiatan ini dipimpin oleh Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H., Direktur Orang dan Harta Benda pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, dan dihadiri oleh berbagai pejabat tinggi Kejaksaan, termasuk Wakil Kepala Kejati NTT, N. Rahmat R., S.H., M.H., dan Asisten Tindak Pidana Umum Kejati NTT, Mohammad Ridosan, S.H., M.H.

Dalam pemaparannya, Kepala Kejari Lembata, Yupiter Selan, S.H., M.Hum., menjelaskan bahwa permohonan penghentian penuntutan didasarkan pada sejumlah pertimbangan.

Terdakwa, Mathias Klaru Domaking, baru pertama kali melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara maksimal 5 tahun.

Selain itu, telah terjadi perdamaian antara terdakwa dan korban yang dibuktikan dengan dokumen-dokumen perdamaian seperti Kesepakatan Perdamaian (RJ-14) dan Berita Acara Pelaksanaan Perdamaian (RJ-27).

Proses perdamaian ini dilaksanakan pada 13 Agustus 2024 di Rumah Restorative Justice (Lopo Perdamaian) Kejari Lembata, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata.

Acara tersebut dihadiri oleh keluarga kedua belah pihak serta tokoh masyarakat dan agama yang turut memberikan dukungan.

Perdamaian ini mendapatkan respon positif dari masyarakat, sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (6) huruf c, Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Setelah mendengarkan pemaparan dari Kepala Kejari Lembata, Direktur Orang dan Harta Benda pada JAM Pidum Kejaksaan Agung RI menyetujui permohonan penghentian penuntutan tersebut.

Persetujuan ini menjadi dasar bagi Kepala Kejati NTT untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) dan mengeluarkan terdakwa dari tahanan.

Keberhasilan penghentian penuntutan ini merupakan bukti nyata bahwa Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur berkomitmen untuk menegakkan hukum dengan pendekatan yang lebih humanis, demi tercapainya keadilan di tengah masyarakat Nusa Tenggara Timur. (bet)