KUPANG, PENATIMOR – Kasus dugaan korupsi proyek persemaian modern tahap II pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Sungai Benanain-Noelmina Provinsi NTT dalam waktu dekat segera disidangkan di Pengadilan Tipikor Kupang.
Tim penyidik Pidsus Kejati NTT telah merampungkan penyidikan perkara ini dan telah dinyatakan lengkap (P-21).
Penyidik bahkan berencana melimpahkan tersangka dan barang bukti atau pelimpahan tahap II perkara ini ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kamis (11/1/2024).
Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Penyidikan Bidang Pidsus Kejati NTT, Salesius Guntur, SH., yang dikonfirmasi awak media ini pagi tadi, Rabu (10/1/2024).
“Ya, Kamis esok kami rencana tahap dua perkara Persemaian Modern Labuan Bajo,” kata Salesius.
Dia jelaskan, hasil penghitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTT, menyebutkan bahwa proyek ini telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp9.915.054.027,28.
Salesius mengaku telah menerima laporan tersebut secara langsung dari pihak BPKP Perwakilan NTT pada Senin, 6 November 2023 lalu.
Pasca menerima hasil penghitungan kerugian negara dari BPKP, menurut Salesius, tim penyidik langsung merampungkan penyidikan dan telah dinyatakan P-21, sehingga saat ini sudah siap untuk dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum.
Selama penyidikan, para tersangka telah menyerahkan uang jaminan sebesar dari Rp1 miliar lebih sebagai pengganti kerugian negara.
Untuk diketahui, I Putu Suta Suyasa, salah satu tersangka dalam perkara ini, telah menyerahkan uang jaminan sebesar Rp662.542.000.
Penyidik sebelumnya juga menyita uang sebesar Rp435.700.000 dari lima tersangka sebelum ditahan di Rutan Kelas 2B Kupang pada 18 September 2023 lalu.
Uang senilai Rp435.700.000 ini diserahkan oleh Direktur PT Mitra Trisakti sebesar Rp17.850.000, Direktur PT Buana Rekayasa sejumlah Rp17.850.000, Direktur PT Mitra Gunung Artha senilai Rp200.000.000, dan Direktur Utama PT Mitra Gunung Artha sebesar Rp200.000.000.
Kelima tersangka dalam kasus ini adalah Agus Subarnas selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Sunarto selaku Direktur PT. Mitra Eclat Gunung Arta (PT. MEGA), Yudi Hermawan selaku Direktur PT. Mitra Eclat Gunung Arta, Hamdani selaku Direktur Utama PT Mitra Eclat Gunung Arta, dan Putu Suta Suyana selaku Direktur PT Raka Cipta Bina Semesta.
Dana untuk proyek ini bersumber dari APBN dan nilainya berkisar antara Rp39.658.736.000 hingga Rp42.831.699.000 setelah adendum kontrak.
Proyek ini dimulai pada Agustus 2021 dan telah mengalami beberapa perubahan kontrak selama pelaksanaannya.
Selain itu, progres pembayaran proyek ini mencakup beberapa tahap.
Pada Oktober 2021, pembayaran tahap I sejumlah 15% telah dilakukan, disusul dengan pembayaran belanja modal termin II dan III pada November dan Desember 2021.
Dana termin IV senilai Rp13.525.311.802 diblokir pada 23 Desember 2021 dan hanya dapat dicairkan setelah pemenuhan syarat kontraktor.
Penyidik menemukan sejumlah ketidaksesuaian dalam pelaksanaan proyek, termasuk pekerjaan beton/rabat yang tidak sesuai dengan spesifikasi, pekerjaan fiktif pada pembangunan reservoar, material dan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pada pembangunan jalan, serta masalah instalasi dan peralatan mekanikal dan elektrikal pada pompa air reservoar.
Para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Selain itu, para tersangka juga diduga melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. (bet)