KUPANG, PENATIMOR – Seringkali kekurangan yang dialami seseorang menjadikan rasa minder dan rendah diri malah menjadikan seseorang menjadi pribadi yang tertutup.
Namun tidak demikian dengan Zarah Zafira (19).
Gadis yang biasa disapa Zasa ini justru berprestasi hingga tingkat internasional.
Sejak kecil, putri ketiga dari pasangan Ipda Bambang Mardianto dan Sarah Rinawati ini merupakan penyandang disabilitas. Ia merupakan gadis tuna rungu dan tuna wicara.
Orang tuanya baru menyadari kekurangan Zasa ketika gadis ini berusia tiga tahun.
Zasa sebenarnya tumbuh seperti anak balita lainnya. Namun ia nampak cuek dan cenderung apatis saat diajak berkomunikasi sehingga orang tua baru menyadari kekurangan Zasa ketika menginjak usia tiga tahun.
Memasuki usia 4 tahun, Zasa pun mulai menjalani terapi pendengaran.
Ipda Bambang yang merupakan anggota Polri dan bertugas di Direktorat Polair Polda NTT mulai mencari berbagai upaya guna menyembuhkan anak gadisnya.
Ia harus sering izin di kantor membawa Zasa ke Bali dan Jawa mencari pengobatan.
Ipda Bambang bahkan rela antri membawa Zasa ke Ponari, bocah yang saat itu viral karena diyakini bisa menyembuhkan orang dengan batu ‘ajaib’ yang dicelupkan ke air.
Ipda Bambang juga mencari berbagai pengobatan medis dan pengobatan alternatif membawa Zasa.
Zasa kecil bahkan diajak ke Ustad MT Haryono di Yogyakarta dan rela antri berhari-hari demi mendapatkan pengobatan.
Bahkan Ipda Bambang pernah membawa anak gadisnya ke kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Mapolda NTT untuk didoakan oleh pendeta Gilbert Lumoindong.
“Saya memang Muslim tapi saya coba membawa ke acara KKR dengan harapan bisa didoakan dan anak saya bisa sembuh,” ujar Bambang saat ditemui di kediamannya, Senin (2/8/2021) didampingi anaknya.
Ipda Bambang pun harus cuti kerja selama satu bulan demi pengobatan anak gadisnya di tempat praktek dokter Hembing.
Dari dokter Hembing, ia mendapat penjelasan kalau Zasa sebenarnya menderita tuna rungu yang berakibat ke tuna wicara dan ini sebagai takdir.
Ipda Bambang dan istri nya akhirnya rela dan pasrah serta iklas menerima takdir ini. Mereka pun tak lelah mendampingi anak gadis mereka untuk diajari dan dirawat.
Zasa tumbuh menjadi gadis yang sangat aktif dan bisa dikategorikan hiper saat beraktivitas.
Ipda Bambang kemudian mengikutisertakan Zasa ke berbagai kegiatan olahraga guna mengurangi keaktifan Zasa.
“Awalnya Zasa bawaannya emosional dan seperti anak yang super aktif makanya kami siasati dengan mengikutkan Zasa ke berbagai kegiatan olahraga,” tandas Ipda Bambang.
Zasa pun mulai aktif di kegiatan renang, kempo dan kegiatan olahraga lainnya.
Zasa pun disekolahkan di sekolah umum di SD St Maria Assumpta Kota Baru, Kota Kupang. Namun jenjang SMP dan SMA dijalani di sekolah luar biasa (SLB) Kasih KUpang yang khusus mendidik anak-anak berkebutuhan khusus.
Selama menjadi siswi SLB Kupang, Zasa menjadi atlet yang sering ikut kejuaraan. Ia pernah juara nasional pertandingan badminton dan sejumlah kejuaraan lain di berbagai cabang olahraga.
Tamat dari SLB Kasih Kupang, Ipda Bambang melanjutkan terapi bagi Zasa. Zasa pun dikirim ke Jakarta dan selama 3 tahun menjalani terapi dan latihan di sebuah lembaga milik Departemen Sosial RI.
“Biaya sekolah dan penginapan bukan menjadi alasan, asalkan Zasa bisa normal dan terbukti Zasa sudah bisa lancar berkomunikasi dan sudah tidak tergantung pada alat bantu dengar yang selama ini dipakai,” ujarnya.
Kepergian Zasa ke Jakarta rupanya membawa berkah. Ia pun bergabung dalam club futsal bersama rekan lainnya yang juga penyandang disabilitas.
Zasa dan 14 orang rekannya kemudian terpilih mengikuti ajang 3rd Asia pacific Deaf Futsal Championship 2019 di Thailand.
Dalam kejuaraan futsal tuli Asia Pasific yang diikuti puluhan negara 15-24 Februari ini, Zasa menjadi kapten tim Indonesia. Mereka menjadi juara III dibawah negara Jepang dan Thailand.
Sesuai ketentuan juara I-III akan mengikuti World Deal Futsal Championship di Swiss bulan November 2019 lalu namun karena berbagai kendala dan pandemi covid 19 maka ajang ini urung dilakukan.
Pulang dari kejuaraan di Thailand, Zasa tidak kebagian bonus dari Pemprov DKI Jakarta karena dari 14 anggota tim futsal tersebut, hanya Zasa yang tidak ber KTP Jakarta sehingga bonus hanya diberikan kepada atlet yang ber KTP Jakarta. Namun Zasa tidak kurang hati malah terus berlatih.
“Saya bangga bisa bertanding di tingkat internasional bersama tim futsal putri Indonesia walau dengan persiapan minim tapi kami bisa juara III,” ujar Zasa saat ditemui di kediamannya, Senin (2/8/2021).
Zasa juga mengaku kalau keikut sertaannya hanya kebetulan karena ia sedang menjalani pendidikan dan latihan di Jakarta dan terpilih menjadi kapten tim asal Jakarta yang mewakili Indonesia ke kejuaraan tingkat Asia Pasifik ini.
Ia masih berharap agar jadwal kejuaraan dunia tetap digelar karena ia ingin membuktikan kemampuannya memberi yang terbaik bagi bangsa dan negara walau tergolong sebagai anak berkebutuhan khusus.
“Ke Jakarta awalnya untuk terapi dan berobat tapi ternyata terpilih menjadi anggota tim untuk kejuaraan di Thailand,” ujar Zasa yang sangat hobby dengan olahraga renang, kempo, bulutangkis dan futsal ini.
Walau belum ada kepastian jadwal pertandingan tingkat dunia, namun Zasa dan teman yang berkebutuhan khusus masih giat berlatih futsal.
Saat ini mereka tidak melanjutkan latihan karena pemberlakuan PPKM sehingga Zasa pun kembali ke Kupang untuk berlibur namun akan kembali ke Jakarta pekan depan guna melanjutkan latihan dan persiapan.
Ipda Bambang dan istrinya pun bangga dengan prestasi anak gadis mereka. “Anak berkebutuhan khusus memang susah ditangani namun kalau ditangani dengan baik maka akan menjadi anak yang berprestasi. Kita harus sabar menghadapi mereka,” ujar Bambang.
Zasa pun tertekad akan terus berlatih dan memberikan prestasi yang terbaik. “Saya akan buktikan kalau kami bisa memberikan yang terbaik,” ujar Zasa. (mel)