HUKRIM  

Bank Christa Jaya Dipolisikan

Bank Christa Jaya Dipolisikan

Kupang, penatimor.com – Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Christa Jaya Perdana diadukan ke polisi atas dugaan penipuan dan penggelapan.

Pelapornya adalah ahli waris Wellem Dethan (alm).

Laporan ini tertuang dalam Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP) Nomor: LP/B/184/V/RES.1.11/2019/SPKT yang ditandatangani Bamin 1 SPKT Brigadir polisi Joao Vrengqi Talan.

Laporan tersebut dilaporkan oleh MM (49) selaku ahli waris Wellem Dethan yang juga adalah istri sahnya almarhum.

Menurut MM yang juga warga Jalan Oeekam, RT 07/RW 03, Kelurahan Sikumana, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, dugaan penipuan dan penggelapan tersebut berawal saat almarhum semasa hidupnya melakukan pengajuan pinjaman kepada pihak Bank Christa Jaya Perdana untuk kredit uang sebesar Rp 450 juta dengan 3 obyek jaminan yakni satu unit mobil Toyota Rush 1,5 G MT, Tahun 2000 dengan nomor mesin 3SZ-DAD6031, nomor rangka MHFE2CJ2JK002068, nomor polisi DH 1440 atas nama Marince Mallo.

Sedangkan dua jaminan lainnya yakni dua bidang tanah bangunan SHM Nomor 166 seluas 488 meter persegi dan SHM 168 seluas 348 meter persegi atas nama Wellem Dethan yang beralamat di Kelurahan Sikumana, Kota Kupang.

Proses pengajuan tersebut tidak hanya dilakukan satu kali namun diketahui, debitur melakukan peminjaman awal tanggal 9 Maret 2012 lalu dengan pokok pinjaman sebesar 75.000.000.

Dalam proses pengkreditan tersebut, Wellem Dethan selaku debitur telah mengembalikan seluruh pinjaman yang sesuai dengan ketentuan dalam pinjaman tersebut sebelum almarhum meninggal dunia.

MM kepada wartawan, Senin (17/6) di Kantor Advokat/Konsultan Hukum Herry Battileo, menjelaskan semua pinjaman yang diketahui telah dilunasi. Bukti pelunasan tersebut tercatat pada print out baki depet kredit pinjaman debitur Wellem Dethan telah menjadi Rp 0.

“Baki depet kredit pinjaman ini dikeluarkan oleh pihak bank sehingga saya mengajukan untuk mengembalikan jaminannya. Jaminan mobil sudah dikembalikan saat pelunasan pinjaman sebelumnya sementara jaminan SHM belum di kembalikan,” katanya.

Dikatakan setelah almarhum suaminya meninggal, berselang beberapa hari kemudian, dirinya mendapat surat pemberitahuan sekaligus surat peringatan (SP I) tertanggal 6 Maret 2019 dari pihak bank yang isinya menerangkan bahwa pelapor selaku ahli waris dari debitur Bapak Wellem Dethan belum menyelesaikan tunggakan dengan saldo kredit sebesar 224.000.000.

“Surat tersebut juga disatukan dengan surat peringatan I, yang pada pikoknya menerangkan bahwa paling lambat sebelum tanggal 27 Februari 2019, saya selaku ahli waris tidak memenuhi kewajiban atas saldo kredit tersebut maka pihak bank selaku kreditur akan mempublikasikan, melelang dan mengeksekusi barang jaminan milik debitur wellem dethan almarhum,” ujarnya.

Terhadap surat yang diterima tersebut dirinya kaget karena sepengetahuannya, kredit tersebut telah dilunasi dan dirinya tinggal mengambil kembali barang jaminan berupa dua sertifikat tanah bangunan.

Merasa tidak puas pelapor kemudian mendatangi pihak bank untuk mempertanyakan tunggakan tersebut dan mendapat penjelasan bahwa masih ada tunggakan yang belum diselesaikan.

Lanjutnya dia dari penjelasan tersebut ternyata pihak bank secara sepihak dan tanpa sepengetahuan serta persetujuan dari saya selaku istri, lalu telah mendroping pinjaman ke rekening suami sebanyak dua kali dengan nominal uang yang berbeda yakni transfer pertama sebesar Rp 110.000.000 pada tanggal 8 april 2017 dan yang kedua sebesar 200.000.000 pada tanggal 19 Juli 2017.

“Kalau pun pinjaman itu harus ada persetujuan dari istri kemudian ada perjanjian atau jaminan namun ini tidak ada pinjaman kredit. Artinya sertifikat saya tidak ada kaitannya dengan penjaman tersebut,” ungkap nya.

Sementara Kuasa Hukum Pelapor, Herry F. F Battileo, SH.,MH., pada kesempatan tersebut mengaku masalah yang dialami kliennya telah dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTT dan mendapat penjelasan untuk melaporkan persoalan tersebut ke pihak berwajib.

“Kami juga sudah menyampaikan persoalan ini ke OJK dan kami juga membuat laporan polisi di polda NTT agar bisa menyelesaikan persoalan ini karena ini merupakan tindakan yang sangat merugian,” katanya

Sementara terpisah Direktur Bank Christa Jaya, Lanny Tadu yang didampingi Manager Marketing Bank Christa Jaya Wilson dan Yunus Laiskodat, Kepala Tim Penyelesaian Persoalan Kredit, Selasa (18/6) sore, menjelaskan pencairan tersebut atas dasar permohonan dari debitur Wellem Dethan (alm).

Permohonan kredit tersebut juga dilakukan beberapa kali karena nasabah nya itu merupakan nasabah yang tidak pernah menunggak dan nasabah proiritas .

Namun di sini yang menjadi persoalan ahli waris saat ini adalah tidak ada persetujuan dari dirinya sebagai istri sedangkan persetujuan tersebut hanya satu kali dilakukan pada waktu proses pinjam pertama.

“Ini nama sistem longgar tarik sehingga memudahkan nasabah untuk melakukan pinjaman jadi persetujuan dari pihak lain itu dilakukan satu kali pada proses pinjaman pertama agar nasabah tidak mengeluarkan biaya yang banyak,” jelasnya.

Menjelaskan proses pinjaman yang dilakukan kedua tersebut tidak ada akat kredit yang baru dan semua bukti atas pinjaman uang tersebut lengkap.

Dikatakan sejak awal pihaknya telah menawarkan untuk proses secara baik agar mengembalikan hanya pokok pinjamannya saja namun karena nasabahnya ini sudah menempuh jalur hukum maka pihaknya juga siap menghadapi sesuai dengan mekanisme dan prosedur pinjaman yang ada.

“Kami sebagai warga negara yang baik, kami siap menghadapi proses hukum yang ditempuh oleh pelapor. Kami juga telah menjalani pemeriksaan polisi terkait kasus yang dilaporkan ini,” katanya. (wil)

error: Content is protected !!