Angka Kemiskinan di NTT Turun 0,27 Persen, Sumteng-Sumtim-Sarai Paling Miskin

Angka Kemiskinan di NTT Turun 0,27 Persen, Sumteng-Sumtim-Sarai Paling Miskin

KUPANG, PENATIMOR – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menyoroti angka kemiskinan, kemiskinan ekstrem, serta penanganan stunting selama periode tahun 2023.

Untuk kondisi angka kemiskinan per Maret 2023 sebesar 19,96 persen atau turun 0,27 persen dari kondisi September 2022, dan 0,09 persen terhadap Maret 2022.

Demikian disampaikan Pj. Gubernur NTT, Ayodhia Kalake kepada awak media saat menggelar jumpa pers pada Senin (22/1/2023) siang.

Menurut Ayodhia, terdapat beberapa kabupaten di NTT dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, yakni Sumba Tengah (Sumteng) (31,78%), Sumba Timur (Sumtim) (28,08%), dan Sabu Raijua (Sarai) (28,37%).

Sementara, tingkat kemiskinan terendah yakni Kota Kupang (8,61%), Kabupaten Flores Timur (11,07%), dan Kabupaten Ngada (12,06%).

Sehingga dari data tersebut jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT pada Maret 2023 sebesar 1,14 juta orang, atau turun 8,06 ribu orang dibanding jumlah per September 2022.

“Tapi ada kenaikan sebanyak 9,49 ribu orang terhadap Maret 2022,” jelasnya.

Lebih lanjut kata Ayodhia, dengan melihat kondisi tersebut, data jumlah penduduk miskin terbanyak di Provinsi NTT yakni Timor Tengah Selatan (TTS) sebanyak 119,51 ribu, kemudian Sumba Barat Daya 101,40 ribu dan Kabupaten Kupang 90,23 ribu.

Sementara untuk kabupaten dengan jumlah penduduk miskin rendah yakni Nagekeo 18,57 ribu, Ngada 20,57 ribu, dan Sumba Tengah 24,24 ribu.

Angka kemiskinan diukur melalui perhitungan pengeluaran penduduk dibawah garis kemiskinan (GK) sebesar Rp507.203/kapita/bulan (Maret 2023) dengan komposisi garis kemiskinan makanan (GKM) sebesar Rp389.518.

“Adapun tingkat kemiskinan ekstrem di Provinsi NTT tahun 2023 sebesar 3,93% atau turun 2,63% terhadap kondisi di tahun 2022,” beber Ayodhia.

Menurut dia, upaya yang dilakukan Pemprov NTT guna menurunkan angka kemiskinan ekstrem, yakni terkait kondisi kesehatan (stunting) berupa menurunkan beban pengeluaran, seperti iuran jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin atau rehabilitasi panti dan Kelompok Usaha Bersama (Kube) dan Program Keluarga Harapan (PKH) di Dinas Sosial.

Selain itu didorong berupa bantuan langsung tunai sebesar Rp600 ribu per triwulan kepada masyarakat tidak mampu.

“Sinergitas perlu dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota,” imbuhnya.

Kemudian, disalurkan bantuan dana desa dari Kementerian Desa, dan ada juga program bantuan dari Dinas Perikanan dan Kelautan berupa bantuan bibit rumput laut dan cool box.

“Kami dari berbagai sektor bersinergi guna menurunkan angka kemiskinan pada setiap tahunnya. Sehingga diperlukan juga strategi terpadu untuk mengatasi kemiskinan ekstrem dan stunting balita di NTT,” jelasnya.

“Adapun rencana progam prioritas pemerintah pada tahun 2024 terkait berbagai upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan, seperti melalui Program PNPM, Program Keluarga Harapan (PKH), peningkatan akses masyarakat miskin melalui usaha kecil, dan pembangunan sarana prasarana,” pungkas Ayodhia. (wil)