Kupang, penatimor.com – Yohanes Ronald Sulayman, terdakwa perkara dugaan korupsi kredit macet Bank NTT Cabang Surabaya dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati NTT dengan amar hukuman 16 tahun penjara.
Tuntutan 16 tahun penjara ini dinilai tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa, sangatlah berat dan mereka merasa sangat kecewa.
Hal ini di sampaikan penasehat hukum terdakwa, Chindra Adiano, S.H., M.H., C.L.A didampingi Nurmawan Wahyudi S.H., M.H., dan DR. Melkianus Ndaomanu, S.H., M.Hum., usai persidangan di Pengadilan Tipikor, Kamis (12/11) malam.
Menurutnya, bahwa fakta di persidangan melenceng. Artinya penasehat hukum sudah yakin semua prosedur kredit yang diajukan oleh Yohanes Ronald Sulayman ini sesuai administrasi, legalitas keuangan, legalitas agunan sesuai dan semua tidak ada masalah.
Dalam fakta di persidangan, saksi dan dokumen semuanya mendukung. Tapi ini fakta yang dibacakan JPU ternyata tidak sesuai. “Ini agak aneh menurut kami,” kata Chindra.
Nurmawan Wahyudi juga mengatakan secara normatif sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) dia memiliki kewenangan dalam menuntut.
Sedangkan untuk membela juga adalah hak penasehat hukum yang diberikan kewenangan Undang-Undang.
Adapun pengalaman baru buat penasehat hukum dimana hal-hal meringankan dan memberatkan terdakwa.
Misalkan hal-hal yang meringankan tidak ada, sedangkan hal memberatkan terdakwa angkuh.
Untuk tuntutan hukuman juga baru bagi penasehat hukum.
“Luar biasa sekali karena tuntutan 16 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan. Uang pengganti Rp 33 miliar,” katanya lagi.
“Fakta persidangan adalah nilai agunan yang ketika memohonkan kredit itu sudah ada apresion. Nilai berbeda itu adalah nilai untuk pelelangan yang secara mendasar dan secara teori pasti berbeda hasilnya ketika peruntukan untuk anggunan dan peruntukan untuk lelang berbeda bahkan saksi fakta menyatakan bisa 50 persen dibawahnya,” lanjut dia.
Dalam agenda pembelaan pada Kamis (19/11), penasehat akan mempersiapkan pembelaan dengan baik, benar serta berdasarkan dengan fakta hukum dan berdasarkan kemanusiaan.
Setelah dari pembelaan ada satu poin penting bahwa kami masih yakin Majelis Hakim yang dipimpin oleh Dju Jhonson Mira Mangngi dan Majelis Anggota akan bijak dan arif dalam memandang masalah hukum ini. Karena melihat fakta hukum persidangan ini.
Ditambahkan, Mel Ndaomanu, penasehat hukum sangat menghormati tugas dari jaksa untuk melakukan penuntutan.
Hanya saja dengan tuntutan yang tinggi tidak didasarkan pada fakta persidangan ini juga menjadi hal yang kami pertanyakan. “Karena ini sangat fantastis sekali,” kata Mel Ndaomanu.
“Mungkin perlu dipertimbangkan implikasi dari tuntutan ini bagi masyarakat NTT. Mungkin akan menjadi rasa kuatir takut kalau akan meminjam uang kredit di bank,” sambung Mel.
Memang kata Mel, selama ini ada yang berpendapat dengan pendapat hukum ini mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Bank NTT.
“Tetapi justru dengan tuntutan yang begini tinggi, saya kira itu tidak akan tercapai, justru masyarakat malah akan takut untuk kredit di Bank NTT,” sebut Mel Ndaomanu.
“Karena prinsipnya berawal dari perjanjian kredit berakhir di Tipikor. Namun prinsipnya kita tetap menghormati tugas dari jaksa untuk menuntut,” pungkasnya. (wil)