KUPANG, PENATIMOR — Skandal proyek irigasi senilai puluhan miliar rupiah di Nusa Tenggara Timur terus menyeruak ke permukaan.
Mantan Kepala Dinas PUPR Provinsi NTT, Maksi Yaen Ertich Nenabu, MT., kembali dipanggil dan diperiksa penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi NTT pada Selasa (22/4/2025), terkait dugaan korupsi dalam proyek rehabilitasi jaringan irigasi Daerah Irigasi (DI) Luwurweton di Kabupaten Ngada.
Bersama Maksi, dua nama lainnya juga turut diperiksa sebagai saksi, yakni Yohanes Gomeks alias John Gomeks dan A.S. Umbu Dangu, ST., yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut.
Ketiganya sebelumnya juga telah dimintai keterangan dalam kasus korupsi proyek irigasi DI Wae Ces I–IV (2.750 Ha) di Kabupaten Manggarai, yang dibiayai lewat Dana Alokasi Khusus (DAK) dari APBD Pemprov NTT.
Pemeriksaan kali ini tidak hanya menyasar proyek DI Luwurweton, tetapi juga menjadi bagian dari penyidikan terhadap dua proyek irigasi lainnya yang sedang disorot, yaitu DI Wae Ces tahun 2022 di Manggarai dan DI Mataiayang di Sumba Timur.
Kepala Seksi Penyidikan Pidsus Kejati NTT, Mourest Aryanto Kolobani, S.H., M.H., membenarkan pemeriksaan ketiga saksi tersebut.
“Ya, benar. Ketiga saksi sudah kami periksa untuk penyidikan proyek irigasi Luwurweton di Ngada,” ujarnya singkat kepada wartawan.
Informasi yang dihimpun awak media ini, menyebutkan, Maksi Nenabu diperiksa oleh penyidik Aristya Bintang Asmara, S.H. Sementara, Yohanes Gomeks diperiksa oleh penyidik Silvianus Alfredo Nanggus, S.H., dan Umbu Dangu diperiksa oleh penyidik Alfredo J.M. Manullang, S.H., M.H.
Kasus ini mencuat setelah Kejati NTT meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan terhadap proyek-proyek strategis tahun anggaran 2021 dan 2022, dengan nilai total mencapai Rp 44,045 miliar.
Tiga proyek utama yang kini menjadi fokus penyidikan meliputi, DI Wae Ces, Kabupaten Manggarai (TA 2022) senilai Rp 2,24 miliar, DI Mataiayang, Kabupaten Sumba Timur (TA 2022) senilai Rp 2,29 miliar, dan DI Luwurweton, Kabupaten Ngada (TA 2021) senilai Rp 10,25 miliar.
Temuan awal di lapangan mengindikasikan adanya pelaksanaan proyek dengan metode “tambal sulam”, penggunaan material tidak sesuai spesifikasi, hingga kerusakan fisik seperti tembok irigasi yang ambruk hanya dalam waktu singkat.
Dugaan penyimpangan ini diperkuat hasil pemeriksaan tim ahli dari Politeknik Negeri Kupang (PNK) yang dipimpin oleh Ir. Kusa Nope, MT.
Menurut Kusa Nope, pekerjaan tidak sesuai dokumen 100 persen. “Harusnya saluran lama dibongkar dan dibangun baru, tapi yang terjadi hanya tambal sulam. Material pun bukan pasir, melainkan sirtu. Kualitas sangat buruk,” bebernya.
Di proyek DI Wae Ces, tim juga menemukan tembok saluran yang hanya dicat ulang tanpa perbaikan struktural, lantai saluran hanya ditambal, dan tidak adanya papan proyek di lokasi pekerjaan, yang menimbulkan kekecewaan warga setempat.
“Kami kecewa berat. Tidak ada transparansi. Mereka hanya tambal-tambal saja,” kata Dominikus Hibur, Ketua RT yang tinggal di lokasi proyek selama 25 tahun.
Dua rekanan proyek, yakni PT. Kasih Sejati Perkasa (TA 2021) dan PT. Calasanz Prima (TA 2022), mangkir dari panggilan penyidik. Hal yang sama dilakukan oleh pengawas proyek, Stefanus Kopong Miten, yang tidak hadir dalam pemeriksaan fisik di lapangan.
“Ini akan menjadi catatan penting dalam proses hukum kami. Kami akan tindak tegas pihak-pihak yang tidak kooperatif,” tegas Mourest.
Penyidik menyebut sejumlah nama sudah dikantongi dan berpotensi ditetapkan sebagai tersangka.
Hasil pemeriksaan fisik dan keterangan saksi akan menjadi dasar dalam gelar perkara lanjutan yang menentukan langkah hukum selanjutnya.
“Untuk proyek Wae Ces tahun 2021, penyidikan sudah hampir rampung. Sedangkan untuk tahun 2022, baru saja kami tingkatkan ke penyidikan. Penetapan tersangka tinggal menunggu waktu,” pungkas Mourest.
Kejati NTT juga tengah mendalami proyek irigasi lainnya seperti DI Melolo, DI Wanokaka, dan DI Waekelah Sawah di wilayah Sumba Timur, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya.
Skandal ini menjadi peringatan keras terhadap pengelolaan anggaran proyek infrastruktur di NTT yang semestinya membawa manfaat besar bagi masyarakat, namun justru berakhir dengan dugaan praktik korupsi yang merugikan negara dan rakyat. (bet)