UTAMA  

Layanan Kesehatan RSP Boking Tinggal Harapan

Layanan Kesehatan RSP Boking Tinggal Harapan

SOE, PENATIMOR – Rumah Sakit Pratama (RSP) Boking terletak di wilayah Desa Meusin, Kecamatan Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menjadi harapan masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan yang memadai.

RSP Boking yang bernilai proyek 17,4 miliar yang mulai dibangun pada 2017 silam tersebut diharapkan dapat melayani 10 kecamatan antara lain Batu Putih, Kot’olin, Toianas, Amanuban Selatan, Kie, Kolbano, Nunkolo, Oinino, Amanatun Selatan dan Boking.

Pasalnya demi mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang memadai, warga setempat mendatangi Puskesmas Boking yang letaknya sekitar lima kilometer dari RSP Boking, atau melangkah ke Rumah Sakit di Kabupaten Malaka yang berjarak sekitar 20 kilometer atau sekitar 20 menit dengan akses jalan yang memadai. Sebab jika pasien harus rujuk ke RSUD Soe maka jarak tempuh dari Boking ke Kota Soe membutuhkan waktu lebih dari empat jam perjalanan yang rentan terhadap keselamatan nyawa pasien.

Selain itu, letak RSP Boking di jalur Pantai Selatan menawarkan keindahan alam eksotik mampu memanjakan mata setiap orang yang datang meminta pelayanan kesehatan atau pun sekedar menikmati keindahan alam saat senja (sunset).

Namun harapan masyarakat harus pupus setelah RSP Boking diresmikan hingga saat ini tidak beroperasi normal layaknya rumah sakit umum lainnya karena belum pernah melayani pasien rawat jalan maupun rawat inap karena sejak peresmiannya pada 21 Mei 2019 lalu oleh Bupati TTS Egusem Piether Tahun, tiga ruangan pelayanan di bagian belakang kondisinya tembok sudah retak dan pecah, bahkan beberapa bagian dinding pagar penahan rumah sakit sudah runtuh, serta tembok pada beberapa ruangan juga dalam kondisi retak.

Layanan Kesehatan RSP Boking Tinggal Harapan
Inilah kondisi salah satu ruangan rawat inap Rumah Sakit Pratama Boking di Kabupaten Timor Tengah Selatan yang rusak parah dan tidak bisa dimanfaatkan padahal dibangun dengan anggaran senilai Rp 17,4 miliar.

Terlebih saat Tim Klub Jurnalis Investigasi (KJI) mendatangi lokasi RSP Boking pada awal September 2021 lalu, bangunan yang terdiri dari 10 unit kamar pasien, ruangan Instalagi Gawat Darurat (IGD) serta Kantor administrasi, kondisi tidak terawat dan sangat memprihatinkan mulai dari tembok pada beberapa bagian ruangan dan atap telah roboh, kayu dan reruntuhan tembok juga berserakan di lantai rumah sakit, serta kayu penyangga juga dalam kondisi lapuk dan tampak binatang rayap juga membuat sarang di dalamnya.

Bukan hanya itu, inventaris rumah sakit pada semua ruangan juga tidak tersedia lagi, bukan hanya tempat tidur, meja, kursi, lemari, bahkan alat pendingin suhu ruangan (air condition) tidak ada, demikian juga tenaga kesehatan yang semula ditempatkan pada RSP Boking enggan melaksanakan tugasnya sehingga rumah sakit megah itu tidak pernah beroperasi hingga saat ini.

Rekomendasi Pansus DPRD

Menyikapi polemik RSP Boking, lembaga DPRD TTS membentuk Panitia Khusus yang mendatangi ke lokasi dan menemukan bangunan yang mengalami kerusakan parah. Pansus juga telah memperingatkan proyek RSP Boking yang tersisa waktu tiga bulan sebelum penutupan tahun anggaran.

“Kami mempertimbangkan aspek waktu sehingga kami minta tidak paksakan pelaksanaannya yang sudah masuk bulan September-Oktober, termasuk pembangunan gedung dan akses infrastruktur jalan,” ungkap Ketua Pansus DPRD TTS Marthen Tualaka.

Menurutnya, konsekuensi dari penggunaan DAK bidang kesehatan bila tidak selesai sesuai dengan ketentuan waktu yang diberikan maka dana tidak cair yang berdampak membebani APBD sehingga DPRD TTS menyarankan supaya proyek RSP Boking ini jangan dipaksakan dan ditunda saja ke tahun berikut.

“DPRD secara lembaga dan secara teknis, secara politik kita sarankan untuk kemudian tidak dipaksakan,” ucapnya.

Mulai Penyelidikan

Beberapa bulan pasca peresmian, Penyidik Satuan Reskrim Polres TTS melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi pembangunan RSP Boking, mulai dari pengumpulan bahan keterangan sekaligus memeriksa sejumlah saksi.
Proses penyelidikan perkara RSP Boking yang berlangsung selama dua tahun tidak membuahkan hasil kemudian Polda NTT mengambil alih penanganannya namum belum menunjukkan perkembangan signifikan. Direktur Reskrim Khusus Polda NTT, Kombes Pol Johanes Bangun menjelaskan bahwa kasus korupsi RSP Boking masih dalam tahap penyelidikan, serta penyidik juga menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP NTT.

“Proses penyelidikan terus berjalan dan kami juga telah bersurat untuk menunggu hasil perhitungan kerugian dari BPKP,” ungkap Johanes Bangun.

Humas BPKP Perwakilan NTT, Agnes Tiara mengatakan pihaknya telah melakukan pemeriksaan sekaligus perhitungan kerugian proyek pembangunan RSP Boking dan hasil audit sudah diserahkan ke Polres TTS sejak April 2021 lalu. “Kami telah serahkan hasil audit ke aparat penegak hukum, dan sepenuhnya menjadi kewenangan penyidik,” ujarnya.

Perencanaan 2016

Mantan Kepala Dinas Kesehatan TTS, dr. Hosiani Inrantau menjelaskan perencanaan pada 2016 melalui Kementerian Kesehatan untuk membangun Rumah Sakit Tingkat Pertama bagi daerah yang memiliki akses jauh dari fasilitas kesehatan.

“Kabupaten TTS ini punya RSUD SoE, tapi sangat jauh untuk menjangkau kecamatan di perbatasan Malaka, Belu, tercatat 10 Puskesmas kesulitan mengakses ke RSUD SoE, sehungga perseyujuan Kepala Daerah mengajukan proposal kemudian mendapat persetujuan dari Kementerian Kesehatan,” jelas Hosiani.

Alasannya memperjuangkan proyek RSP Boking sebab syarat dari Kementerian Kesehatan bahwa jika proyek tersebut tidak dikerjakan maka dananya hangus sehingga Kabupaten TTS tidak bisa memiliki rumah sakit pratama.
Pengajuan dana RSP Boking bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang mendapat persetujuan pada 2017 senilai Rp 30 miliar.

“Alokasi DAK senilai Rp30 miliar dengan rincian Rp 17 M untuk bangunan dan Rp13 miliar untuk fasilitas penunjang,” ungkap Hosiani.

Namun dalam perjalannya setelah pembangunan RSP Boking mencapai 60 persen, Hosiani mendapat mutasi jabatan sebagai Staf Ahli Bupati TTS, kemudian proyek tersebut dilanjutkan oleh Kadis Kesehatan yang baru, dr. Eirene Atte hingga penyelesaian dan peresmian serta pemanfaatannya.

Brince Yalla selaku PPK RSP Boking menjelaskan tender RSP Boking dilaksanakan September 2017 yang dimenangkan oleh PT Tangga Batujaya Abadi. Bahkan dia juga mendapat perintah lisan dari Plt Sekda TTS (Egusem Pieter Tahun) supaya segera melakukan proses lelang terbuka dan pemenangnya PT Tangga Batujaya Abadi.
Pihaknya melakukan pra konsultasi meeting antara kontraktor pelaksana dengan PPK sekaligus mempertanyakan waktu tersisa 80 hari dan pihak kontraktor menyanggupinya.

Akhi Tahun Anggaran Desember 2017, pekerjaan pembangunan RSP Boking belum selesai sehingga dilakukan perpanjangan masa kerja selama 50 hari, kemudian selesai pada Maret 2018 sehingga oleh kontraktor dilakukan PHO (Provisional Hand Over Red) atau serah terima sementara pekerjaan serta pada September 2018, kontraktor pelaksanaan mengajukan FHO (Final Hand Over) namun ada permintaan perbaikan karena bangunan retak dan selesai pada Januari 2019.

Yance mengaku menjalani pemeriksaan di Polres TTS dan Polda NTT kasus RSP Boking sehingga semua dokumen sudah diserahkan ke penyidik.

“Sampai saat ini kami masih jalani pemeriksaan yang awalnya di Polres TTS tapi sudah dilanjutkan ke Polda NTT. Jadi seperti itu informasi yang bisa saya sampaikan pada malam hari ini,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan TTS, dr. Irene Atte menolak memberikan komentar karena proyek tersebut sementara dalam masalah hukum. “Saya tidak bisa komentar soal RSP Boking karena sementara ditangani polisi,” ujarnya.

Terpisah, Bupati TTS, Egusem Piether Tahun membantah adanya kerusakan saat peresmian RSP Boking pada 21 Mei 2019. “Memang ada retak-retak di tembok, tapi itu biasa seperti rumah yang baru selesai diplester pasti ada retak-retak,” ungkap Epy Tahun kepada KJI NTT lewat sambungan telepon pada Selasa, 21 September 2021.

Epy Tahun mengatakan alasan dirinya meresmikan bangunan tersebut adalah demi pelayanan kesehatan kepada masyarakat bisa berjalan setelah RSP Boking yang dibangun dengan dana belasan miliar tersebut, pihaknya juga tidak menghendaki alasan bangunan rusak kemudian masyarakat di daerah pesisir bagian selatan TTS tidak dapat pelayanan kesehatan.

“Proses hukum tetap berjalan tapi pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak boleh berhenti, hanya karena beberapa bagian gedung yang rusak,” ujarnya.

Sebagai penjabat Bupati TTS saat itu, Epy Tahun secara tegas menolak proyek pembangunan RSP Boking sejak awal karena mencium aroma “tidak beres” hingga berimbas pada Pilkada 2019 lalu tidak mendapat dukungan suara dari wilayah Boking.

“Sikap tegas menolak proyek RSP Boking berimbas pada kepentingan politik,” ujarnya singkat.

Kuasa Direktur PT Tangga Batujaya Abadi, Abraham yang coba dihubungi Rabu (29/9/2021) via telepon selular  nomor 08123169xxx sempat menerima telepon namun kemudian menutup handphonenya.

“Halo, ini siapa? Aduh maaf,” ujarnya menutup telepon setelah Jurnalisme Investigasi NTT memperkenalkan diri sebagai wartawan yang ingin mengkonfirmasi kasus RSP Boking.

Hasil penelusuran KJI NTT pada LPSE Kabupaten TTS yang berhasil diakses menyebutkan tender ini diikuti 19 peserta dan pemenang adalah PT. Tangga Batujaya Abadi nomor NPWP: 02.186.698.3-044.000 dengan nilai kontrak Rp 17,46 miliar. PT Tangga Batujaya Abadi beralamat di Ruko Mega Grosir Cempaka Mas Blok P Nomor 7 Jl. Letjend Suprapto Kel. Sumur Batu Kec. Kemayoran Jakarta Pusat – Jakarta Utara (Kota) – DKI Jakarta.

Proyek ini memiliki kode tender: 1884507 dengan nama tender Pembangunan Rumah Sakit Pratama Boking (DAK Afirmasi) berupa bangunan fisik RS Pratama. Rencana umum pengadaan dengan tanggal pembuatan 22 September 2017 satuan kerja Dinas Kesehatan Kabupaten TTS dengan kategori pekerjaan fisik.

Sistem pengadaan menggunakan lelang umum pascakualifikasi satu file dengan harga terendah dengan sistim gugur tahun anggaran APBD 2017 dengan nilai pagu paket Rp 18.029.906.00 dengan nilai HPS paket Rp 18.022.700.000.00. Adapun jenis kontrak dengan cara pembayaran gabungan lumsum dan harga satuan pada lokasi pekerjaan Kecamatan Boking -Timor Tengah Selatan.

Dalam LPSE ini disebutkan pula kualifikasi usaha perusahaan non kecil dengan syarat kualifikasi ijin usaha SITU/Keterangan domisili perusahaan yang masih berlaku dan SIUJK yang masih berlaku serta SBU: Sertifikat Badan Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi Klasifikasi Bidang Usaha Bangunan Sipil Subklasifikasi Jasa Pelaksana untuk Konstruksi Bangunan Gedung Kesehatan maupun TDP yang masih berlaku. *

Artikel ini merupakan hasil kolaborasi sejumlah media yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Nusa Tenggara Timur. (*)

Tim liputan:
Djemi Amnifu (katantt.com), Juven Nitano (Net TV), Simon Selly (Victory News), Willy Makani (penatimor.com) Putria (Pegiat Anti Korupsi FH Undana)
(Willyam Makani)