Korban Pencurian Sadis di Rumdis Imigrasi Kupang Beberkan Keterlibatan Oknum Polisi dan Istrinya

Korban Pencurian Sadis di Rumdis Imigrasi Kupang Beberkan Keterlibatan Oknum Polisi dan Istrinya

Kupang, penatimor.com – Susanti, korban tindak pidana pencurian dan kekerasan yang terjadi di Rumah Dinas Imigrasi Kupang, hingga kini tidak mampu melupakan kejadian yang nyaris merenggut nyawanya.

Istri dari Kepala Imigrasi Atambua ini di saat kejadian tersebut, didatangi dua pria beringas, yang pada saat itu korban tinggal sendirian di rumah dinas yang terletak di Kelurahan Fatubesi, Kota Kupang.

Susanti merupakan pegawai Imigrasi Kupang, sementara suaminya sebagai kepala imigrasi, tinggal di Atambua, Kabupaten Belu.

Kamis, 27 Juli 2019, merupakan hari yang tidak bisa dilupakan Susanti dalam hidupnya.

Hingga saat ini di pikirannya terus terbayang wajah dua pria hitam berbadan kekar yang malam itu nyaris membunuh dirinya.

Malam itu suasana terasa sepi tidak seperti biasa yang suasana selalu ramai.

Sekitar pukul 01.00 Wita, Susanti terbangun dari tidurnya. Ia mendengar suara aneh di balik pintu belakang rumah.

Tak banyak pikir, ia kemudian bangkit dari ranjang menuju sumber suara itu. Saat tangannya menggapai gagang pintu, tiba-tiba pintu didobrak paksa dari luar oleh dua pria memakai penutup wajah yang langsung menodongkan pisau di lehernya.

“Jangan bergerak, nanti dihabisi,” ancam salah satu pria.

Susanti pun tak ada perlawanan lagi ketika salah satu pria itu menempelkan pisau ke lehernya. Ia pasrah. Dalam hati ia hanya berdoa, semoga Tuhan masih memberi kesempatan untuk hidup.

Mulutnya dibekap, kaki dan tangannya diikat. Ia kemudian disuruh tiarap ke lantai. Saat itu, salah satu pria langsung merampas kalung emas yang melingkar di lehernya. Cincin emas di jari dan handphone di saku celana pun turut dirampas.

Ia berharap tiga barang itu membuat kedua perampok itu merasa puas dan lekas pergi. Namun, ternyata tidak. Keduanya malah semakin beringas. Mereka kemudian memaksanya menunjukan dimana tempat ia menyimpan uang dan laptop.

“Silahkan ambil semua barang berharga saya, tetapi saya mohon, jangan sakiti saya,” jawab Susanti sambil menunjuk tempat penyimpanan laptop dan uang yang diminta salah satu pria itu.

Permohonannya itu membuat pria itu menjauhkan pisau dari lehernya. Sementara temannya bergegas ke kamar mengambil laptop dan uang Rp 7 juta yang ada di tas miliknya. Setelah mendapat laptop dan uang, kedua pria itu langsung kabur melalui pintu belakang.

Merasa aman, Susanti pun berusaha melepas tali yang melilit tangan dan kakinya. Setelah terlepas, ia pun berteriak minta tolong sekuatnya. Tak ada suara tetangga yang terdengar, hening.

Dengan rasa takut, ia lalu bergegas keluar dari rumah meminta bantuan. Ia berlari ke jalan umum, berharap ada pengendara yang melintas. Namun, sepih. Tak ada siapa-siapa. Ia mulai merasa lega, ketika dari luar ia mendengar ada suara dari rumah tetangga dekatnya.

Rumah itu milik, Andi Rebo, seorang anggota polisi yang bertugas di Polsek Sulamu, Polres Kupang.

Isteri Andi bernama, Wien Anastasia Pellokila. Wien merupakan teman sekantor dan teman akrab Susanti. Di hatinya, ia merasa pasti akan tertolong karena suami temannya itu seorang anggota polisi.

Ia pun berlari memanggil nama Wien. Tak lama, pintu dibuka. Sambil menangis ia menceritakan kejadian yang barusan dialaminya. Kepada mereka, Susanti meminta segera diantar ke kantor polisi terdekat. Namun, jawaban Andi Rebo membuat Susanti kecewa.

“Tidak usah buat laporan, karena pasti pelakunya tidak akan tertangkap,” ujar Andy diucap Susanti.

Susanti kemudian memohon lagi ke isteri Andi yang merupakan teman baiknya untuk segera diantar ke kantor polisi. Namun, lagi-lagi jawaban Andi tetap sama. Kali ini, ia beralasan takut rumahnya juga disatroni perampok.

“Saya terus memohon, sampai akhirnya Wien bersama adiknya Pak Andi antarkan saya ke Polsek Kelapa Lima untuk membuat laporan. Awalnya saya berpikir, suaminya Wien kan polisi, pasti saya terbantu, ternyata tidak,” ungkap Susanti kepada wartawan, Sabtu (22/2/2020).

Ia juga mengungkapkan bahwa jika rumah dinas yang ditempatinya itu, terlebih dahulu dihuni oleh Wien bersama suaminya Andi.

Sejak kejadian yang dialami wanita kelahiran Bandar Lampung ini dia mengaku masih sangat trauma dan terus dihantui rasa ketakutan.

“Sampai sekarang, kalau malam saya tidak bisa tidur. Bayangan wajah pelaku selalu muncul, membuat saya terus ketakutan. Ini sangat menyiksa,” katanya.

Kasus yang di alami korban Susanti ini menjadi atensi aparat kepolisian. Hingga, beberapa bulan kemudian, aparat Polsek Kelapa Lima berhasil menangkap pelakunya

Dua pelaku ini bernama, Maksi Manafe dan Kornelis Modok. Keduanya merupakan residivis pencurian dengan kekerasan.

Maksi merupakan sopir mobil rental warga Kelurahan Naimata, Kota Kupang sedangkan Kornelis petani warga Nunkurus, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang.

Saat bersaksi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Kupang, Selasa (22/2/2020), keduanya mengungkap fakta dalam persidangan
tentang keterlibatan oknum polisi bernama, Andi Rebo dan isterinya dibalik aksi perampokan itu.

Menurut kedua pelaku bahwa perampokan itu merupakan rencana dan perintah dari Andi Rebo bersama isterinya, Wien Pelokila.

Awal rencana untuk kasus ini dilakukan di rumah Andi Rebo yang bersebelahan dengan rumah korban.

Saat itu, hadir juga isteri Andi Rebo. Dalam rapat tertutup itu, kedua pelaku diperintahkan untuk merampas laptop dan menghabisi Susanti. Namun, rencana membunuh ditolak pelaku.

“Kami disuruh bunuh korban. Tetapi kami tolak. Target utamanya laptop,” ujar pelaku Maksi.

Kedua terdakwa meminta agar Andi bersama isterinya juga dihukum sama seperti mereka.

“Dia dengan isterinya adalah otak dari kasus ini, sehingga mereka juga wajib dihukum, jangan hanya kami saja,” katanya.

Modus Hilangkan Data Korupsi

Menurut kedua pelaku, tujuan perampasan laptop itu guna menghilangkan data korupsi, Wien Pelokila yang saat itu sedang diaudit tim internal Imigrasi Kupang.

Setelah berhasil merampas laptop, perhiasan, handphone dan sejumlah uang milik korban, keduanya pun diarahkan Andi Rebo untuk bersembunyi di Pariti, Kabupaten Kupang.

Di sana, keduanya diperintahkan untuk membuang laptop di hutan Camplong. Sementara perhiasan dan handphone milik korban dijual pelaku.

“Kami rampok uang 5 juta dan bagi sama. Saya 2 juta, Maksi dapat 2 juta dan 1 juta untuk Andi Rebo. Uang itu saya serahkan ke Andi di depan Mall Ramayana,” ungkap pelaku, Kornelis.

Hukuman Dinas

Pengakuan dua terdakwa ini dibenarkan korban, Susanti. Menurut dia, saat kejadian, Wien sebagai bendahara pengeluaran kantor Imigrasi Kupang tengah diaudit tim internal atas dugaan korupsi.

Saat dalam proses audit, kata dia, Wien diminta membuat surat pernyataan untuk mengembalikan uang yang sudah ditilepnya. Namun, hal itu tidak pernah dilakukannya. Ia malah selalu menghindar dengan berbagai alasan. Hingga, atas perintah pimpinan, keuangan sementara diambil alih Susanti.

“Mungkin hal ini membuat dia dendam ke saya, pada hal saya tidak pernah bersalah ke dia,” ujar Susanti.

Ia mengaku, akibat persoalan itu, Wien kini mendapat hukuman dinas berupa penurunan pangkat.

“Dugaan keterlibatan Andi Rebo ini korbam susanti sudah melaporkan ke Propam Polda. Saya harap hukum harus adil. Jangan hanya pelaku, tetapi otak dari perampokan ini juga harus mendapat sanksi setimpal,” tandas Susanti. (wil)