Kupang, penatimor.com – Perkara gugatan dengan Nomor: 22/G/2020 antara Markus Banu (Penggugat) dan Kepala BPN Kabupaten Kupang (Tergugat) terus bergulir di PTUN Kupang.
Dalam perkara ini, Markus Banu menggugat proses penerbitan sertifikat lahan yang saat ini telah dibangun perumahan oleh Cipta Jaya Abadi di Biafi, RT 25/RW 8, Desa Penfui Timur, Kabupaten Kupang.
Kuasa hukum penggugat, Yance Thobias Mesah, mengatakan, selain Kepala BPN Kabupaten Kupang, pihaknya juga menggugat developer, Manotona Laia, selaku tergugat intervensi.
“Sertifikat yang kami klaim seluas 1 hektare yang sudah dipecahkan menjadi 38 sertifikat,” ujarnya kepada wartawan, Sabtu (6/6/2020).
Menurut dia, proses penerbitan sertifikat lahan itu merupakan hasil rekayasa atas hak yang melibatkan Kepala BPN, panitia A sampai ke unsur perangkat desa.
Dalam rekayasa itu, mereka menggunakan putusan perkara Nomor 107/PDT.G/2008/PN Kupang di lokasi lain sebagai dasar pengukuran tanah milik Markus Banu.
Adapun modus pemalsuan yang digunakan yakni, melalui scan terhadap peta kasar. Hasil scan itu lalu digambar batas kali dan digunakan seolah-olah lokasi tanah itu ada di atas tanah Markus Banu.
“Perkara itu didasarkan dokumen palsu dan sudah terungkap dipertimbangan hukum,” katanya.
Lanjut dia, kasus dugaan pemalsuan dokumen itu sudah dilaporkan pidana oleh Arnoldus Tosi ke Polres Kupang, dengan Nomor: LP/B/233/IV/2018/NTT/Res Kupang 14 Juni 2018, dengan terlapornya, Ayub Tosi selaku Kepala Seksi Sengketa BPN Kabupaten Kupang, cs.
Berdasarkan laporan itu, polisi pun melakukan uji laboratorium forensik Denpasar terhadap hasil gambar itu, dan terungkap, jika dokumen itu benar-benar dipalsukan.
Dengan pemalsuan ini, keluarga Tosi Arnoldus sangat dirugikan. Ia berharap, polisi segera menetapkan tersangka, agar hak-hak pemilik lahan bisa dikembalikan
“Polisi tidak boleh beralasan tidak cukup bukti, karena sudah ada hasil forensik,” tegasnya.
Selain Arnoldus Tisu, Marselina Tibnoni juga melaporkan panitia A yang terdiri dari pegawai BPN Kabupaten Kupang yakni, Herman A. Oematan, Yusuf Muhamad, Bernadus Lenes, Soleman Lakabela (Kepala Desa) tentang rekayasa panitia A terhadap dokumen tanah.
Laporan Marselina tertuang dalam Nomor LP/B/357/IX/2019/NTT/Res Kupang tanggal 13 September 2019.Yang sudah tahap penyidikan tinggal gelar penetapan tersangka,” katanya.
Sambung dia, untuk mengungkap permainan busuk ini, kuasa hukum menyurati Kepala BPN Provinsi NTT tanggal 23 April memohon penetapan kembali batas tanah sesuai gambar kasar yang terlampir dalam berita acara landerform Kecamatan Kupang Tengah seluas 20 ha, atas nama Alhatih yang sekarang digunakan Ayub Tosi alias Ayub Humau,cs.
Surat itu pun dibalas BPN Provinsi NTT pada tanggal 30 April 2018. Dalam surat klarifikasi itu, BPN menyebut objek land reform sesuai keputusan menteri agraria dan tata ruang, 3 September 1997 tentang penerbitan tanah objek redistribusi land reform ditegaskan bahwa penerima retribusi jangka waktu 15 tahun lampau tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam surat keputusannya dan dinyatakan batal dan tidak berlaku lagi.
Ia menambahkan, penyidik telah memeriksa pihak BPN dan telah mengakui adanya kesalahan pengukuran.
“Sudah ada pengakuan ke polisi bahwa, lahan objek 1 hektar, tetapi BPN salah ukur di luar dari 1 hektare sehingga orang lain kehilangan hak,” imbuhnya
“Kami peroleh ketika sidang, di situ ternyata dari sertifikat induk 1554 sudah dipecahkan menjadi 38 sertifikat. Keseluruhan dari PS itu seluas 2 hektare, cuma yang diukur sertifikat 1554 hanya 1 hektare. Kita sudah peroleh 10 sertifikat baru. Sisanya, ke depan kalau ada temuan lagi, maka kami ajukan gugatan lanjutan,” pungkasnya.
Sementara itu, kuasa hukum tergugat intervensi, Manotona Laia, ketika diminta komentarnya di lokasi saat pengukuran setempat (PS), enggan memberi keterangan.
“Nanti saja, ini masih dalam proses,” Imbuhnya. (wil)