Kupang, penatimor.com – Akhir-akhir ini berita tentang peristiwa kematian tidak wajar yang dialami oleh warga NTT di beberapa kabupaten/kota di NTT yang tidak tertangani dengan sungguh-sungguh bahkan dipetieskan menjadi “dark number” karena tidak diungkap.
Jumlahnya semakin banyak bahkan ramai diperbincangkan oleh publik hingga diangkat dalam Forum Group Diskusi (FGD) kalangan akademisi, sebagai bentuk kontrol publik terhadap kinerja Polri sekaligus memberikan legitimasi kepada profesionalisme Polri melalui kontrol publik.
Hal ini dikatakan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus, dalam keterangan tertulisnya kepada media ini, belum lama ini.
Menurut Petrus, diangkatnya kasus-kasus kematian tidak wajar beberapa warga NTT yang tidak dapat diungkap dalam proses penyelidikan dan penyidikan oleh Polda NTT, sebagai protes sekaligus ungkapan keprihatinan atas pelayanan penegakan hukum yang setengah hati dan tidak profesional dari penegak hukum, dalam hal ini Polda NTT.
“Kasus kematian tidak wajar alm. Anselmus Wora di Ende, alm. Markus Nula di Negekeo, alm. Nimrod Tameno, Mikael Louis Alhan, Heribertus Uskono di Kupang dan sekitarnya, dalam wilayah hukum Polda NTT, menambah panjang daftar kasus-kasus kematian tidak wajar yang jadi “durk number” alias gagal diungkap tanpa pertanggung jawaban ke publik,” ungkap advokat senior Peradi di Jakarta itu.
Pengacara berkepala plontos itu juga menyebutkan, kasus kematian tidak wajar alm. Nimrod Temeno (78), yang meninggal tanggal 28 Oktober 2018, akhirnya baru dilaporkan oleh pihak keluarga almarhum, ke Polda NTT pada tanggal 23 Januari 2019 setelah menunggu sekitar 3 bulan pihak Polres Kabupaten Kupang tidak mengambil langkah penyelidikan atas dugaan pembunuhan terhadap alm. Nimrod Tameno, Warga Desa Tunbaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, NTT, akhirnya dilaporkan ke Polda NTT.
Begitu juga kasus kematian alm. Anselmus Wora di Ende, yang meninggal tanggal 30 Oktober 2019 dengan lubang berdarah di kepalanya ikut ditangani Penyidik Polda NTT, namun hingga saat ini tidak jelas hasilnya.
Petrus tegaskan, publik menaruh ekspektasi yang tinggi terhadap Polri seiring dengam fasilitas tercukupi dan gaji yang tinggi diterima oleh anggota Polri, fasilitas kerja dengan ruang ber AC, kendaraan dan alat komunikasi yang canggih bahkan Polda NTT dipimpin oleh seorang jenderal polisi bintang dua.
“Mestinya pelayanan hukum menjadi jauh lebih baik, namun yang dirasakan oleh publik NTT ternyata jauh dari harapan, jauh panggang dari api sebagaimana yang dirasakan oleh Keluarga alm. Anselmus Wora dan Nimrod Tameno yang menunggu hasil otopsi dan/atau akan otopsi tetapi tidak kunjung datang,” tandas Petrus.
RENDAHNYA TANGGUNG JAWAB PROFESI
Petrus melanjutkan, keluarga alm. Nimrod Tameno selaku pihak yang melapor menyatakan kekecewaan atas penanganan kasus kematian tidak wajar alm. Nimrod Tameno, penanganannya berlarut-larut.
Juga Keluarga alm. Anselmus Wora di Ende, sangat kecewa karena jenasah alm. Anselmus Wora telah digali dan diotopsi tetapi hasilnya malah dihentikan penyidikannya.
“Berdedar isu tidak sedap bahwa otopsi akan dimanipulasi dan kasus ditutup, menambah panjang daftar kasus-kasus kematian tidak wajar warga NTT yang menjadi “durk number”, semata-mata karena polisi NTT setengah hati atau tidak sungguh-sungguh bekerja secara profesional, sebagai pertanda rendahnya tanggung jawab profesi,” sebut Petrus.
Yang lebih tragis menurut Petrus Salestinus, adalah Tempat Kejadian Perkara (TKP) kematian alm. Nimrod Tameno yang diduga akibat pembunuhan itu, tidak jauh dari segala akses yang tersedia di Kabupaten Kupang karena tidak jauh dari markas Polda NTT, namun penanganan kasus ini sangat menyedihkan.
“Uni ada apa? Sebab sudah satu tahun lebih laporan polisi diterima Polda NTT dan janji akan dilakukan otopsi, tetapi otopsi yang dijanjikanpun tidak dilaksanakan hingga saat ini,” sebut Petrus.
“Padahal berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh pihak keluarga, diperoleh sejumlah fakta yang memberi keyakinan kepada keluarga bahwa alm. Nimrod Tameno meninggal karena pembunuhan. Karena itu setelah menanti cukup lama tidak ada penanganan dari Polres Kabupaten Kupang, akhirnya Keluarga melaporkan sendiri ke Polda NTT guna mendapatkan penanganan yang lebih profesional namun kekecewaan yang didapat oleh kelyarga korban,” imbuhnya.
DIPERLUKAN KONTROL PUBLIK YANG MELUAS
Masih menurut Petrus Salestinus, upaya non litigasi yang dilakukan oleh keluarga korban dan penasehat hukum keluarga melalui kegiatan FGD bekerja sama dengan Unwira di Kupang, NTT membahas penanganan kasus kematian tidak wajar alm. Nimrod Tameno, yang sudah tergolong “dark number”, sebagai langkah yang sangat bagus, sebagai bentuk partisipasi praktisi hukum dan akademisi kampus membangun opini publik guna memperluas kontrol publik dan membuka mata pimpinan Polri terhadap penangnann kasus-kasus “durk number”di NTT.
Sementara perjuangan Garda NTT di Bareskrim Mabes Polri Jakarta mendesak Kapolri perintahkan Kapolda NTT untuk segera menangkap pelaku pembunuhan terhadap alm. Anselmus Wora, juga mahasiswa PMKRI Kupang mendesak Polda NTT menetapkan tersangka pelakunya namun Polda NTT tetap bergeming tidak memberi sinyal akan segera menangkap pelaku malah berlindung di balik hasil otopsi.
“Saat ini Garda NTT sedang mengidentifikasi beberapa nama yang diduga kuat sebagai pelaku pembunuhan terhadap alm. Anselmus Wora dan rencananya akan dilaporkan kepada Bareskrim Mabes Polri karena Polda NTT dinilai tidak mampu dan tidak Promoter,” pungkas Petrus Salestinus. (wil)