KUPANG, PENATIMOR – Fakta mengejutkan kembali terungkap dalam persidangan perkara dugaan memberikan keterangan palsu dalam pokok perkara dugaan korupsi pengalihan aset tanah Pemkab Manggarai Barat (Mabar) seluas 30 hektare di Labuan Bajo.
Saksi I Ketut Suarsana yang adalah mantan Kepala Seksi Pengukuran Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat, mengungkap fakta baru di persidangan terkait komunikasinya dengan terdakwa Ali Antonius alias Anton Ali.
I Ketut Suarsana yang menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), mengaku dirinya sempat diundang oleh kuasa hukum Adam Djudje dalam suatu pertemuan di Kupang.
“Dalam pertemuan itu saya sempat diberikan uang senilai Rp 100 juta dari Ali Antonius di tahun 2016. Pada pertemuan di Restoran Rotterdam dalam penerbitan SHM (Sertifikat Hak Milik) atas nama Adam Djudje dan saat itu saya menolak, dan saya minta sebelum diterbitkan SHM, perlu rekomendasi ke Pemda Mabar,” ungkap saksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kelas IA Kupang, Jumat (6/8/2021) siang.
Saksi menambahkan, saat disampaikan, Ali Antonius selaku kuasa hukum terdakwa menanggapi bahwa pihaknya akan menyelesaikan persoalan tanah tersebut dengan Pemda Mabar.
Dalam persidangan, saksi I Ketut Suarsana juga ditanyakan oleh JPU Herry C. Franklin, SH., perihal pengetahuan saksi tentang proses kepengurusan H. Adam Djudje untuk penerbitan SHM miliknya.
Menanggapi pertanyaan tersebut, saksi menerangkan bahwa dirinya pernah bertemu dengan Adam Djudje, dalam kepengurusan SHM atas tanah seluas 30 hektare di Labuan Bajo.
“Saya pernah bertemu dengan pak Haji (Adam Djudje), terkait dengan kepengurusan SHM miliknya diatas tanah seluas 30 hektare di Kerangan. Namun tidak dapat diterbitkan karena peta sebelumnya milik Pemkab Manggarai Barat,” ujar saksi menjawab pertanyaan JPU.
Sementara itu, JPU S. Hendrik Tiip, SH., juga menanyakan terkait sket peta atas tanah tersebut, apakah merupakan tanah milik Pemda Mabar atau milik Adam Djudje.
“Apakah dalam sket peta tanah tersebut bertuliskan tahan Pemda Mabar atau pak haji,” tanya Hendrik.
Saksi menerangkan bahwa dalam kepengurusan tanah tersebut, memiliki dua peta bidang yang dimana saksi akui tanah tersebut merupakan tanah milik Pemkab Mabar.
“Saat itu, ada dua peta yang diajukan, BPN menolak penerbitan hak milik, karena tanah itu merupakan tanah milik Pemda karena ada peta tanah Mabar,” ujar saksi.
Sementara itu, Dr Yanto Ekon selaku penasehat hukum terdakwa Ali Antonius, menanyakan kenapa tidak diproses alas hak milik Adam Djudje karena alas hak sudah dimiliki terdakwa.
Saksi pun menjawab bahwa, walaupun memiliki alas hak SHM tidak dapat diproses karena, adanya peta yang bertuliskan tanah tersebut milik Pemkab Mabar.
“Tidak bisa diproses karena ada peta yang bertuliskan tanah Pemkab Mabar,” jawab saksi kepada Yanto Ekon.
Menanggapi keterangan saksi I Ketut Suarsana, terdakwa Ali Antonius menanggapi bahwa dirinya tidak pernah bertemu dengan saksi di Kupang serta menyerahkan uang senilai Rp 100 juta.
Usai saksi memberikan keterangan, Hakim Ketua Fransiska Paula Dari Nino memutuskan untuk sidang ditunda pada pekan depan, 13 Agustus 2021.
JPU juga telah memberikan bukti tambahan berupa rekaman video rekonstruksi kepada majelis hakim untuk dibuka saat periksa mereka sebagai terdakwa.
Selain Ali Antonius, ada pula dua terdakwa lainnya yaitu Zulkarnaen Djudjue dan Harum Fransiskus.
Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Fransiska Paula Dari Nino didampingi Lizbet Adelina dan Teddy Windiartono sebagai hakim anggota.
Sidang dihadiri Tim JPU Kejati NTT, Herry C. Franklin, SH., S. Hendrik Tiip, SH., dan Emerenciana Djehamat, SH.
Ketiga terdakwa didampingi penasehat hukum, Dr Yanto Ekon, Fransisco Bernando Bessi, SH.,MH., Benny Taopan, SH., dan Biante Singh, SH.
JPU juga dalam persidangan itu, memberikan bukti tambahan kepada Hakim Ketua, berupa BAP I Ketut Suarsana sebagai saksi di perkara pokok, soft copy rekaman sidang pra peradilan, soft copy video rekonstruksi dan sket lokasi tanah Pemda yang diajukan Ali Antonius tahun 2016. (wil)