Kupang, penatimor.com – Fakta baru terus terungkap dalam perkembangan penyidikan perkara dugaan korupsi kredit macet Bank NTT Cabang Surabaya tahun 2018 senilai Rp 139 miliar dengan estimasi kerugian negara Rp 127 miliar.
Marsel Radja, SH., selaku kuasa hukum tersangka Dedikus Leba kembali buka-bukaan tentang hasil pemeriksaan kliennya.
Menurut Marsel, dalam pemeriksaan kliennya sebagai tersangka, terungkap bahwa dari kredit modal investasi Rp 5,5 miliar yang diajukan tersangka Yohanes Ronald Sulaiman, dialihkan kepada Yosep Sulaiman yang adalah pimpinan PT Piala Jaya.
Keterangan ini pun langsung ditanggapi Philipus Fernandez, SH., selaku kuasa hukum Yohanes Ronald Sulaiman.
Menurut Philipus, dirinya telah mengecek aliran dana kredit investasi yang diajukan kliennya, dengan mengonfirmasi tersangka Dedikus Leba selaku mantan pimpinan Bank NTT Cabang Surabaya.
Hasil penelusurannya, jelas Philipus, dana modal investasi senilai Rp 5,5 miliar itu bisa diberikan kepada Yosep Sulaiman, karena ada surat tertanggal 17 Mei 2018 dari direksi Bank NTT.
“Ini kan pencairan kreditnya tanggal 21 Mei 2018. Empat hari sebelum pencairan kredit, ada surat yang dikeluarkan oleh pimpinan cabang Bank NTT Surabaya. Surat itu berisikan bahwa ada perintah untuk mengalihkan Rp 5,5 miliar ini untuk menutupi utang Piala Jaya,” kata Philipus yang mengaku baru selesai meminta klarifikasi tersangka Dedikus Leba.
Menurut Philpus, Dedikus Leba saat dikonfirmasi soal asal perintah tersebut, lagi pula kewenangannya menyetujui besaran pengajuan kredit hanya mencapai Rp 500 juta, menjelaskan bahwa terkait hal ini ada disposisi resmi dari direksi Bank NTT.
Pengalihan pembayaran utang tersebut, bukan atas permintaan Yohanes Ronald Sulaiman dan Yosep Sulaiman.
Namun pengalihan pembayaran tersebut, menurut Philipus, atas arahan dan perintah dari direksi Bank NTT berinisial AB kepada pimpinan cabang Bank NTT Surabaya, kemudian oleh pimpinan cabang diteruskan ke Yohanes Sulaiman untuk meminta persetujuan.
“Pengalihan Rp 5,5 miliar bukan atas permintaan Yohanes Sulaiman dan Yosep Sulaiman Piala Jaya bapaknya. Tapi itu tertuang dalam surat tanggal 17 Mei 2018. Kalau sudah jadi begini, ya kita minta agar direksi juga harus diperiksa untuk menjelaskan hal ini,” tandas Philipus.
Pengacara senior di Kupang ini melanjutkan, pengalihan Rp 5,5 miliar itu untuk membayar utangnya Piala Jaya, karena sebelumnya kredit yang diajukan oleh Piala Jaya atas nama Yosep Sulaiman untuk kepentingannya Yohanes Sulaiman.
Kemudian Yohanes karena sudah bisa mengajukan kredit sendiri, maka harus dilunasi kredit yang terdahulu.
“Kredit yang sebelumnya itu Rp 10 miliar, kemudian sudah cicil sesuai prosedur sekitar Rp 3 miliar lebih. Nah, sisa Rp 5,5 miliar itu diambil dari dana yang dicairkan Rp 24,4 miliar kepada Yohanes itu, berdasarkan perintah dari direksi melalui pimcab Surabaya melalui surat tanggal 17 Mei 2018 itu untuk segera melunasi utangnya pak Yosep,” urai Philipus.
Selanjutnya, surat itu kemudian disetujui oleh Yohanes Sulaiman berdasarkan SPK dan disposisi dari direksi.
Setelah mengalihan itu, menurut Philipus, pengangsurannya tetap dibayarkan oleh Yohanes Sulaiman, dan itu jatuh temponya tahun 2026.
“Khusus untuk kredit investasi Rp 5,5 miliar, yang ditake over aset ke pak Yosep, itu kan atas perintah dari direksi,” imbuh Philipus.
Terhadap kredit investasi ini, menurut sosok yang juga Ketua Peradi Kupang ini, kliennya telah memberikan sejumlah asetnya sebagai agunan.
Sementara agunan dari Yosep Sulaiman dikembalikan karena telah lunas dengan adanya pengalihan Rp 5,5 miliar tersebut.
“Soal kredit investasi Rp 5,5 miliar ini menurut kami tidak bermasalah, karena jatuh temponya tahun 2026. Selama ini juga pak Yohanes mengangsur secara baik,” sebutnya.
Terkait penyitaan yang dilakukan tim penyidik Kejati NTT, Philipus berharap agar yang disita adalah aset-aset yang berkaitan dengan kredit yang bermasalah menurut penyidik tahun 2018.
“Jangan sampai ada aset-aset sebelum tahun 2018 yang disita,” tegasnya.
Sementara terkait kredit modal kerja, Philipus jelaskan, hal itu juga telah dicicil selama setahun oleh Yohanes Sulaiman.
Kemudian ada restrukturisasi kredit yang diterbitkan oleh Bank NTT sampai Januari 2020 atas permohonan Yohanes Sulaiman.
Bank NTT menurut Philipus, menyetujui permohonan Yohanes Sulaiman dan memperpanjang di bulan Agustus 2019 sampai Januari 2020.
Namun di tengah perjalannya, tiba-tiba ada surat peringatan 1 dan 2 dari Bank NTT yang mewajibkan Yohanes harus membayar kredit itu sebesar Rp 51 miliar.
“Ini kan kacau. Proses seperti ini kacau dan sangat merugikan Yohanes,” tandasnya.
Kemudian menyangkut dana Rp 6,8 miliar, menurut Philipus, ada permintaan tambahan Rp 20 miliar pada 31 Desember 2018.
Pada saat pencarian tahap kedua, pencairan penambahan kredit Rp 20 miliar, itu langsung terpotong Rp 6,8 miliar untuk membayar aset CV Logam Sejahtera yang sesuai foto kopi sertifikat atasnama Joni Susanto.
Dijelaskan Philipus, pada tanggal 31 Desember 2018, begitu pencairan tahap kedua Rp 20 miliar, atas perintah direksi juga uang Rp 20 miliar dipotong Rp 6,8 miliar untuk membeli aset kredit macetnya PT Logam Sejahtera.
“Kemudian sekarang kalau ditimpahkan kerugian seluruhnya kepada Yohanes. Setelah saya hitung kembali, dari semua kredit yang diajukan, yang sampai ke tangan (rekening) dia itu kurang lebih Rp 35 miliar,” ungkap Philipus Fernandez.
“Uang Rp 5,5 miliar dan Rp 6,8 miliar itu hanya singgah sementara di rekening Yohanes Sulaiman, kemudian masuk lagi ke Bank NTT,” tambahnya. (wil)