Kupang, Penatimor.com – Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bali Nusra di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada, Rabu (31/7/2019), melakukan advokasi terkait proyek Gelanggang Olahraga (GOR) Oepoi, di Kota Kupang yang mangkrak sejak tahun 2012 silam.
Mandataris PKC PMII Bali Nusra, Hasnu Ibrahim mengatakan, GOR Oepoi ini dibangun pada tahun 2012, namun belum selesai hingga saat ini dan dibiarkan dalam kondisi yang sangat buruk dan memprihatikan.
“Semestinya tempat yang sangat sentral dipandang oleh seluruh pejabat publik NTT ini sudah dipertanyakan atas kemandekan dalam pekerjaan,” ungkap Hasnu.
“Setiap hari pejabat Pemprov lewati tempat ini, selain itu Kajari dan Kapolda juga lewat di tempat ini, namun sangat sedikit orang baik yang memiliki konsentrasi untuk menyelesaikan persoalan ini,” imbuhnya.
Menurut Hasnu, semestinya ada pihak yang bertanggung jawab atas mangkraknya proyek tersebut. Mengingat kondisi proyek ini sangat memperhatikan terutama pada musim hujan.
“Saat lakukan advokasi di lapangan, kami temukan ada hal menarik yang dilakukan oleh pihak Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi NTT, yaitu mereka melakukan penghancuran sisa material yang dikerjakan oleh PT. Waskita Karya itu,” ujarnya.
PMII menilai, upaya menghancurkan sisa material tersebut, sebagai upaya busuk untuk cuci tangan saat aktivis mahasiswa getol dalam menguak fakta.
“Berdasarkan data lapangan dan data sekunder yang kami peroleh bahwa pada tahun 2015, pihak Kejati NTT telah meminta bantuan terhadap pihak Politeknik Negeri Kupang agar segera diukur bentuk fisik GOR tersebut,” katanya.
Kata dia, bentuk fisik yang diukur yakni volume dan kualitas pekerjaan, hasil pemeriksaan sarat akan dugaan korupsi. Namun hingga kini belum ada pihak yang bertanggung jawab atas mangkraknya pembangunan tersebut.
“Sesuai laporan anggaran proyek tersebut senilai Rp12 miliar yang berasal dari APBN sebesar Rp9 miliar, dan APBD NTT Rp3 miliar. Ternyata ada pihak tertentu yang diduga berasal dari anggota tim komite pembangunan proyek merubah Rancangan Anggaran Belanja (RAB),” paparnya.
Perubahan RAB itu, lanjut dia, mengakibatkan anggaran proyek membengkak menjadi Rp36 miliar. Padahal anggaran yang dikucurkan APBN tersebut hanya berlaku satu kali. “Anggaran dari APBN dikucurkan satu kali saja. sampai gedung selesai dikerjakan. Dengan demikian, tambahan anggaran sebesar Rp24 miliar untuk melanjutkan pekerjaan pembangunan gedung, harus berasal dari APBD NTT,” paparnya.
Persoalan mangkraknya pembangunan GOR ini, sambung dia, jika ditinjau dari sisi kebijakan publik maka sangat jelas melanggar dan merugikan daerah NTT.
Dia menyatakan, terkait persoalan tersebut, PKC PMII Bali Nusra di Provinsi NTT telah memasukkan surat permohonan audiensi ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTT. “Jadi kami sedang menunggu konfirmasi dari pihak BPK,” katanya.
Hasnu menyebutkan, tujuan dari audiensi dengan pihak BPK RI Perwakilan Provinsi NTT dimaksud guna mencocokkan data yang dimiliki PMII dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) internal BPK RI.
“Data tersebut sebagai dasar bagi PMII dalam menghajar para perampok dan penyamun uang rakyat di Provinsi NTT,” tandas Hasnu.
Berdasarkan kronologis dan data yang diperoleh, PKC PMIIBali Nusra di Provinsi NTT menyatakan sebagai berikut;
1. Mendesak Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Negara Republik Indonesia Perwakilan NTT agar segera merekomendasikan hasil laporan kerugian negara ke pihak berwajib.
2. Mendesak Kejati Provinsi NTT agar segera melakukan pemeriksaan terhadap Kadispora NTT.
3. Mendesak Kejati NTT agar segera melakukan pemeriksaan terhadap pihak Waskita Karya.
4. Mendesak KPK RI agar segera melakukan pemeriksaan terhadap para hakim yang dinilai lamban dalam menjalankan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi), karena diduga kuat ada indikasi korupsi.
5. Apabila Kejati NTT tidak mampu dalam menyelesaikan persoalan tersebut di atas, maka PMII meminta Kejaksaan Agung RI agar menonaktifkan Kajati NTT. (ale)