Kupang, penatimor.com – Eksekusi lahan sengketa oleh Pengadilan Negeri (PN) Oelamasi di Dusun II, Desa Taloetan, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur berbuntut panjang.
Bagaimana tidak, pasca eksekusi lahan tersebut, terjadi penyerangan dan pembakaran rumah, hewan dan kendaraan bermotor milik warga pada Minggu (28/3/2021) siang hingga malam.
Dalam penyerangan oleh sekelompok massa tersebut, Kepala Desa Taloetan dan Pendeta GMIT Gibeon Bone, nyaris dibunuh oleh sekelompok orang bersenjata tajam.
Kelompok massa membawa parang dan panah.
Kejadian tersebut menyisakan trauma yang mendalam bagi pendeta GMIT Gibeon Bone, Kepala Desa Taloetan serta warga desa setempat.
Pendeta GMIT Gibeon Bone, Erna Rau Eda Fanggidae, S.Th., mengatakan dirinya diancam akan dibunuh oleh sekelompok massa tak dikenal tersebut.
“Waktu itu saya sedang pimpin sidang majelis. Salah satu majelis saya datang dan menyampaikan bahwa gereja akan diserang. Maka lonceng gereja terus dibunyikan,” ujar Pdt. Erna Fanggidae kepada media ini, Kamis (1/4/2021) siang.
Erna mengaku bahwa melihat satu mobil truk berwarna kuning yang melaju menuju arah gereja Gibeon Bone, dengan memuat massa bersenjata tajam.
“Sehingga saya mengatakan pada suami dan anak saya untuk segera lari. Kemudian saya tenangkan jemaat di gereja dan saya kunci pintu. Saya lihat di antara massa itu ada warga jemaat saya,” ungkap Erna.
“Kemudian saya mengajak jemaat untuk berdoa, namun dalam ketakutan karena mendengar bunyi dan teriakan massa. Setelah selesai berdoa, saya keluar menggunakan toga dan berjalan menuju ke pertigaan,” urai Pdt. Erna sambil menitikan air mata.
Lanjutnya, saat itu ada dua orang yang memegang kelewang dan panah. Mereka melihatnya, namun Pdt. Erna mengaku tetap menguatkan diri.
“Kemudian ada mobil truk kuning yang berisi beberapa orang menghampiri saya kemudian mereka ancam saya,” ungkap Erna lagi.
“Di atas truk mereka bilang begini: “Ini dia ju. Bakar dia sudah”. Jadi saya bilang mari bakar su. Beta ada pake toga jadi mari bakar su”. Mungkin karena saya pakai toga makanya saya ditolong. Kalau tidak mungkin saya sudah dibunuh,” sambung Erna.
Kejadian yang dialami Pdt. Erna Fanggidae ini masih menyisakan trauma dalam dirinya.
Ia juga telah melaporkan kejadian tersebut kepada Ketua Sinode GMIT, dan pihak Sinode akan memberikan bantuan hukum.
Sebelumnya Pdt. Erna Fanggidae, pada Senin (29/3/2021) telah pergi ke Polres Kupang untuk melaporkan ancaman pembunuhan pada dirinya oleh sekelompok massa, namun tidak ada tanggapan dari pihak polisi.
Karena tidak ada tanggapan, Pdt Erna Fanggidae tidak kembali ke Polres Kupang. Ia juga tidak mengenal massa yang mengancam akan membunuhnya.
Sampai berita ini diterbitkan pihak kepolisian Polres Kupang belum berhasil dikonfirmasi media ini. (wil)