Kupang, penatimor.com – Muhamad Ruslan, terdakwa perkara dugaan korupsi kredit macet pada Bank NTT Cabang Surabaya dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati NTT dengan hukuman 10 tahun penjara.
Tuntutan ini dinilai sangat berat untuk seorang terdakwa yang telah mengembalikan seluruh kerugian negara.
Hal ini disampaikan Philipus Fernandez selaku penasehat hukum terdakwa usai persidangan di Pengadilan Tipikor Kupang, Senin (9/11/2020).
Menanggapi tuntutan JPU, Philipus katakan pihaknya akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan pada persidangan lanjutan yang akan digelar, Senin (16/11/2020) mendatang.
“Satu hal yang kami prihatin tuntutan tersebut telah melampaui pedoman tuntutan sesuai surat edaran Jaksa Agung,” kata Philipus.
Sosok Ketua Peradi Kota Kupang itu menilai amar tuntutan tersebut terlalu berat bagi terdakwa apalagi terungkap dalam persidangan terdakwa juga korban dalam perkara ini atas perbuatan Stefanus Sulayman.
“Kami sering membaca di media Pak Kajati NTT selalu mengatakan Iustitia Est In Corde (Keadilan itu ada dalam hati) akan tetapi tuntutan bagi terdakwa Ruslan sama sekali jauh dari Iustitia Est in Corde. Ternyata itu cuma sebatas slogan saja,” tegas Philipus.
Sekadar tahu, amar tuntutan JPU S. Hendrik Tiip, SH., dan Hery Franklin, SH., menyatakan terdakwa Muhamad Ruslan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan Primair Penuntut Umum.
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi masa tahanan yang telah dijalani terdakwa.
Menghukum terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Menghukum terdakwa membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.050.000.000 kepada negara Cq. Bank NTT Cabang Surabaya yang diperhitungkan dari uang sitaan Rp.9.509.924.588.
Dan sisanya sejumlah Rp.459.924.588 dikembalikan kepada terdakwa Muhamad Ruslan.
Menyatakan barang bukti berupa sebidang tanah dengan SHM 188 atas nama Tjandra Liman di Desa Panjang Jiwo, sebidang tanah dengan SHM Nomor 189 dan sebidang tanah dengan SHM Nomor 888 atas nama Siti Fauziah dinyatakan dirampas untuk negara.
Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5000.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dju Johnson Mira Manggi, didampingi Hakim Anggota Ari Prabowo dan Ali Muhtarom. (wil)