SO’E, PENATIMOR – Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), memiliki daftar panjang masalah. Meski memiliki kawasan terluas di NTT dan memiliki potensi sumber daya alam besar, TTS kerap dirundung masalah kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan gizi buruk pada anak. Kasus – kasus korupsi juga muncul di TTS selama beberapa tahun belakangan.
Salah satu kasus korupsi yang menjadi perhatian adalah proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama (RSP) Boking senilai Rp 17,4 miliar pada 2017. Pembangunan RSP Boking dikerjakan oleh PT Tangga Batujaya Abadi. Mereka memenangi tender dengan mengalahkan 19 perusahaan.
Pembangunan RSP Boking disebut tak sesuai bestek. Ada pula dugaan persengkongkolan sejak perencanaan antara kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen dan kontraktor pelaksana. Pasalnya, PT Tangga Batujaya Abadi tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak hingga meminta perpanjangan kontrak. Selain itu, sejumlah pekerjaan utama yang mesti dilakukan, justru tak dikerjakan kontraktor pelaksana.
Kuasa Direktur PT Tangga Batujaya Abadi, Abraham yang coba dihubungi Rabu (29/9/2021) via telepon selular nomor 08123169xxx sempat menerima telepon namun kemudian menutup handphonenya. “Halo, ini siapa? Aduh maaf,” ujarnya menutup telepon setelah Jurnalisme Investigasi NTT memperkenalkan diri sebagai wartawan yang ingin mengkonfirmasi kasus RSP Boking. Saat dihubungi lagi, Abraham tak menerima telepon yang tersambung ke nomor tersebut.
Walhasil, RSP Boking baru diresmikan pada 21 Mei 2019 lalu oleh Bupati TTS, Egusem Piether Tahun. Ironisnya, kondisi fisik bangunan RSP Boking berupa 10 unit kamar pasien, 1 unit kamar IGD dan 1 unit kantor sudah dalam kondisi rusak saat tim liputan mendatangi RSP awal September 2021. Sejumlah tembok dan atap juga terlihat sudah roboh.
Dugaan korupsi RSP Boking direspons DPRD TTS dengan membentuk Pansus RSP Boking yang hasilnya kemudian direkomendasikan ke Polres TTS.
Salah satu temuan Pansus DPRD TTS terkait kasus ini adalah dugaan korupsi sejak perencanaan. Kala itu, Egusem Piether Tahun menjabat sebagai Plt Sekretaris Daerah TTS sebelum terpilih sebagai Bupati TTS periode 2019-2024 berpasangan Johny Army Konay.
Bupati TTS Bantah RSP Boking Rusak Saat Diresmikan
Kepada Klub Jurnalisme Investigasi (KJI) NTT, Bupati TTS Egusem Piether menyampaikan Rumah Sakit Pratama Boking tak mengalami kerusakan saat diresmikan pada 21 Mei 2019. Namun, Egusem Piether Tahun tak menampik ada retak di tembok bangunan RSP Boking.
“Memang ada retak-retak di tembok, tapi itu biasa seperti rumah yang baru selesai diplester pasti ada retak-retak,” kata Egusem Piether Tahun kepada KJI NTT lewat sambungan telepon pada Selasa, 21 September 2021.
Pernyataan Bupati TTS, Egusem Piether Tahun yang akrab disapa Epy Tahun ini merupakan kali pertama disampaikan secara terbuka kepada Klub Jurnalis Investigasi (KJI) NTT yang pertama mewawancarai seputar polemik proyek RSP Boking.
Ia menyebut salah satu alasan dirinya meresmikan bangunan tersebut adalah demi pelayanan kesehatan kepada masyarakat bisa berjalan setelah RSP Boking yang dibangun dengan dana belasan miliar tersebut. Jangan sampai, hanya karena alasan bangunan rusak kemudian masyarakat di daerah pesisir bagian selatan TTS tidak dapat pelayanan kesehatan.
”Masalah perkara, silakan jalan terus tetapi pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak boleh berhenti. Yang di bagian belakang saja yang rusak, tetapi di bagian depan masih baik sehingga mereka bisa melayani masyarakat,” kata Epy Tahun.
Ia juga menepis tudingan miring yang menyebutkan Bupati menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dari proyek RSP Boking yang kini menuai masalah hukum. Epy Tahun secara blak-blakan membeberkan bahwa ia justru orang yang menolak proyek pembangunan RSP Boking sejak awal.
“Saya satu-satunya orang yang menentang itu proyek itu. Tanya mereka, saya yang tahu itu proyek dan proyek bermasalah di TTS yang berujung teman – teman di penjara.
Saya satu-satunya orang yang tantang sampai sekarang ini, termasuk yang dulu proyek lansekap, itu proyek embung, saya ini orang yang lawan, termasuk RS Boking ini,” jelas Epy Tahun.
Buntut dari sikapnya ini jelas Epy Tahun terbawa sampai kepada Pilkada TTS pada 2019 silam. Kala itu, ia maju sebagai calon Bupati TTS. Pada Pilkada itu, ia kalah dalam perolehan suara pada tiga desa di Boking karena isu dirinya menolak pembangunan RSP Boking.
“Sikap saya ini, berimbas ke politik, sampai tiga desa di Boking tempat saya punya nenek kandung lahir di situ, tidak pilih saya. Mereka sebar isu bilang jangan pilih pak Epy karena sonde mau bangun RSP Boking,” katanya dalam dialek SoE.
Ada tiga hal yang selalu diingatkan terkait proyek RSP Boking yaitu soal kualitas pekerjaan, dana DAK yang dibiayai dari DAU tidak bisa dicairkan sehingga harus dibiayai oleh APBD. “Yang paling fatal, tidak bisa cairkan dana DAK dan akan dibiayai dari dana DAU. Itu pesan saya kepada pak Jack Benu (kepala ULP TTS Red). Jadi nanti tanya, proyek-proyek yang saya tantang sampai sekarang semua bermasalah, Saya ini yang tantang,” ucap Epy.
Lagi pula, kata Epy, semua keterangan soal kasus RSP Boking sudah disampaikan kepada penyidik baik di Polres TTS maupun di Polda NTT. Karena itu, dirinya menolak untuk memberikan pernyataan yang kemudian akan menimbulkan polemik yang tak berujung.
Epy Tahun kembali mengungkapkan bahwa keputusannya meresmikan RSP Boking sudah tepat. Ia malah bertanya bagaimana jika dibiarkan kosong selama dua tahun sampai sekarang ini? “Kalau itu barang (RSP Boking) saya diamkan, berapa kerugiaan dari pada rakyat? Ini harus dihitung, rumah sakit itu sudah melayani berapa orang dan nilai dari pada rumah sakit kalau kita hitung secara ekonomis sudah berapa yang kembali kepada negara,” jelas Epy Tahun lagi.
Ia meminta supaya jangan melihat sepihak mengapa dirinya meresmikan RSP Boking namun melihat secara utuh bahwa pelayanan kesehatan kepada masyarakat jangan sampai terganggu hanya karena masalah hukum. “Saya dipilih rakyat untuk melayani rakyat ini. Hal pertama harus memanfaatkan rumah sakit ini. Kita komitmen ya, sekarang pelayan rumah sakit ada jalan dan tidak ada yang persoalkan pelayanan,” tegasnya.
RSP Boking Didesain Layani Masyarakat 10 Kecamatan
Mantan Kepala Dinas Kesehatan TTS, dr. Hosiani Inrantau membenarkan pembangunan RSP Boking di wilayah selatan Kabupaten TTS guna memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang berasal dari 10 kecamatan. Di antaranya adalah Kecamatan Batu Putih, Kotolin, Toianas, Amanuban Selatan, Kie, Kolbano, Nunkolo, Oinino, Amanatun Selatan dan Boking.
Terletak persis di atas bukit, Hosiani Inrantau menyebutkan RSP Boking memiliki pemandangan yang indah karena menghadap ke Laut Selatan.Pemandangan yang indah ini, akan memanjakan pasien yang berobat ke RSP Boking.
Menurut Hosiani Inrantau, perencanaan pembangunan RSP Boking diajukan pada tahun 2016 lewat Kementerian Kesehatan RI. Waktu itu, memang ada rencana dari Kementerian Kesehatan untuk pembangunan rumah sakit tingkat pertama bagi daerah-daerah yang aksesnya jauh.
“Jadi Kabupaten TTS ini punya rumah sakit Soe tapi untuk daerah-daerah yang di ujung perbatasan yang ke arah Atambua (Kabupaten Belu) itu ada sekitar 10 Puskesmas yang untuk mengakses ke Soe itu susah. Jadi akhirnya waktu itu di sosialisasi adanya rencana pembangunan rumah sakit pratama itu ditawarkan ke kabupaten-kabupaten yang aksesnya agak susah,” jelasnya.
Kabupaten TTS jelas dia, termasuk dalam kategori tersebut yaitu terpencil, tertinggal dan berada di wilayah perbatasan. Jadi, pihaknya yang membuat proposal dan mengajukan ke Kementerian kesehatan yang ditandatangani Bupati TTS sesuai syarat dari Kementerian Kesehatan.
Ia merinci dana yang diajukan itu melalui dana DAK (dana alokasi khusus) di mana ada beberapa macam DAK untuk rumah sakit pratama itu dana alokasi khusus penugasan kalau yang afirmasi untuk puskesmas, kalau yang rumah sakit pratama itu dengan penugasan itu yang dana alokasi khusus.
“Setelah melalui diskusi yang panjang dan beberapa kali perbaikan proposal, akhirnya disetujui Kementerian Kesehatan di tahun 2017 dengan mengalokasikan anggaran senilai Rp 30 miliar, dengan perincian Rp 17 M untuk bangunannya sedangkan yang sisanya itu (Rp 13 miliar, Red) untuk fasilitas penunjang,” jelasnya.
Karena itu, kemudian melakukan lelang proyek pada akhir 2016 mulai coba untuk lelang perencanaannya. Tapi ternyata dilelang perencanaan itu gagal lelang. “Nah gagal lelang akhirnya kami harus maju lagi dilelang perencanaan di 2017,” katanya.
Mantan Kadis Kesehatan TTS yang kini dimutasi sebagai Sekretaris DPRD TTS ini tidak bisa memastikan alasan terjadinya gagal lelang. “Saya sudah tidak terlalu ingat lagi, kecuali kalau saya harus buka buku saya karena agenda saya agenda baru. Jadi setelah gagal kemudian diulang akhirnya dapat kontraktor yang ditunjuk tadi dan kami kontrak itu di sekitar bulan Oktober 2017,” imbuhnya.
Salah satu alasan pihaknya ngotot proyek RSP Boking harus dikerjakan adalah syarat dari Kementerian Kesehatan bahwa jika proyek tersebut tidak dikerjakan maka dananya hangus sehingga Kabupaten TTS tidak bisa memiliki rumah sakit pratama.
“Artinya seluruh persiapan atau bangunan itu harus diambil alih oleh daerah. Jadi karena sudah wanti-wanti begitu akhirnya kami terus maju karena ini pun juga dialami oleh beberapa kabupaten- kabupaten yang lain, tapi ada kabupaten kalau tidak salah satu kabupaten yang akhirnya mundur meski ke depan mereka (kabupaten lain, Red) tidak dialokasi,” terangnya.
Namun dalam perjalanannya sebut Hosiani Inrantau, pada 13 Desember 2017 dimutasi sebagai staf ahli Bupati TTS sehingga tidak mengikuti lagi pekerjaan proeyek RSP Boking.Jabatan Kepala Dinas.Kesehatan TTS dibiarkan kosong. Sejak Februari 2018, jabatan ini diisi oleh dr. Irene Atte sampai sekarang.
“Waktu saya dimutasi, fisik pekerjaan kalau tidak salah, sudah mencapai 60 persen. Tapi, setelah saya dimutasi, saya tidak tahu lagi kelanjutan proyek RSP Boking sampai akhirnya tahu kalau ternyata bermasalah. Saya sendiri tidak dikasih tahu atau ditanya waktu mau di mutasi. Memang itu kewenangan bupati,” ujarnya.
Penjelasan yang sama disampaikan PPK RSP Boking, Brince Yalla, bahwa tender RSP Boking dilaksanakan September 2017 dengan tersisa tiga bulan akan berakhir tahun anggaran dengan pemenang adalah PT Tangga Batujaya Abadi. “Sebelum proses lelang pembangunan RSP Boking, saya berdiskusi dengan ibu kepala dinas (Hosiani Inrantau) supaya sebaiknya kita bersurat ke bupati yang isinya meminta supaya PPK-nya dari tenaga teknis yang paham teknis karena pekerjaan rumah sakit ini sangat kompleks,” jelas Brince Yalla.
Namun surat tersebut sampai kini belum dibalas. Ia justru diperintah oleh Plt Sekda TTS (Egusem Pieter Tahun) supaya segera melakukan proses lelang. Dan sebagai bawahan, ia melakukan proses lelang pada bulan September 2019 silam.
Perintah lisan ini menurut Brince Yalla, yang telah mengabdi selama 20 tahun di Dinas Kesehatan TTS, sebagai seorang bidan ini saat dilaksanakan rapat membahas pembangunan RSP Boking di ruang rapat Sekda TTS sekitar bulan September 2021. Rapat tersebut dihadiri Plt Sekda TTS, Egusem Piether Tahun, Kepala ULP Jack Benu, Sekretaris Dinas PUPR TTS, Otnial Tahun dan beberapa pejabat lainnya. “Sebagai bawahan, tentu kami loyal terhadap atasan. Dan kami juga berpikir bahwa bangunan ini akan berguna untuk masyarakat di Kabupaten Timur Tengah Selatan,” ujarnya.
Setelah itu, Brince Yalla selaku PPK kemudian berkonsultasi dengan Kadis Kesehatan TTS (Hosiani Inrantau Red) guna melakukan tender secara terbuka sebagaimana perintah lisan Plt Sekda TTS (Egusem Piether Tahun Red). Namun terlebih dahulu dirinya bersama Kadis Kesehatan TTS (Hosiani Inrantau Red) meminta didampingi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) terdiri lima orang yang diketuai Sekretaris Dinas PUPR TTS (Otnial Tahun Red). “Setelah proses itu, kami ajukan proses lelang ke ULP dan kami mendapatkan hasil lelang yang menang adalah PT Tangga Batujaya Abadi,” kata Brince Yalla yang tengah mengajukan pensiun diri sebagai ASN di Dinas Kesehatan TTS.
Sebelum dilakukan penandatanganan kontrak jelas Brince Yalla, didahului dengan pra konsultasi meeting antara kontraktor pelaksana dengan PPK yang dihadiri pula Tim Pengawal Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan (TP4) TTS.
“Kami sempat tanya kontraktor, apakah dengan waktu yang tersisa tiga bulan ini, mampu menyelesaikan pekerjaan. Dan dijawab oleh kontraktor bahwa sanggup selesaikan pekerjaan dalam 80 hari pembangunan RSP Boking,” lanjutnya.
Setelah itu barulah dilakukan penandatanganan kontrak kerja dengan PT Tangga Batujaya Abadi dengan masa waktu pelaksanaan selama 80 hari. Faktanya, hingga Desember 2017 atau berakhir tahun anggaran 2017 tersebut, pekerjaan pemabngunan RSP Boking belum selesai sehingga dilakukan perpanjangan masa kerja selama 50 hari.
“Di bulan Desember, waktu itu kontraktor PT Tangga Batujaya Abadi mengajukan surat permohonan penambahan waktu. Karena melihat di lokasi bahan materialnya sudah ada semua,sehingga kami waktu itu menyetujui menambah waktu sesuai dengan aturan yang berlaku bahwa bisa ditambah waktu 50 hari,” jelas Brince lagi.
Pekerjaan pembangunan RSP Boking, kata Brince, baru dapat diselesaikan pada bulan Maret 2018 sehingga oleh kontraktor dilakukan PHO (Provisional Hand Over, Red) atau serah terima sementara pekerjaan. Barulah pada September 2018, kontraktor pelaksana mengajukan FHO (Final Hand Over).
“Bulan September 2018, kontraktor mengajukan FHO, sehingga saya bertanya kepada konsultan pengawas, apakah bisa di FHO? Konsultan pengawas minta supaya melihat ulang lokasi, baru kita bisa FHO. Pada saat kami kelokasi bangunan dalam keadaan baik tapi besoknya atau malamnya itu ada gempa di Kefa (Kabupaten TTU) sehingga ada retak-retak,” katanya.
Karena ada retak-retak itulah, kemudian pihaknya meminta kontraktor melakukan perbaikan kembali baru kemudian bisa dilakukan FHO. Dan Januari 2019, ada surat dari kontraktor yang meminta dilakukan FHo karena sudah ada perbaikan atas kerusakan tersebut.
“Kami kemudian bersurat ke panitia untuk melakukan pemeriksaan dan melaporkan bahwa sudah selesai dilakukan perbaikan, barulah kami melakukan FHO. Setelah itu, baru saya serahkan lagi ke dinas pada Januari 2019. Jadi waktu serah terima tidak ada kerusakan seperti sekarang,” katanya.
Namun pada September 2019, penyidik Polres TTS mulai melakukan pemeriksaan terkait proyek RSP Boking dengan melakukan pemanggilan terhadap berbagai pihak termasuk dirinya selaku PPK guna dilakukan pemeriksaan.
“Soal kerusakan itu, kita sudah bersurat ke kontraktor supaya diperbaiki karena dalam salah satu klausul kontrak disebutkan bahwa kontrak masih bertanggung jawab selama umur bangunan belum lebih dari 10 tahun. Tapi karena sudah ditangani polisi makanya tak sempat diperbaiki lagi,” jelasnya.
Ia mengaku sudah beberapa kali menjalani pemeriksaan di Polres TTS dan Polda NTT terkait kasus RSP Boking sehingga semua dokumen sudah diserahkan ke penyidik.
“Sampai saat ini kami masih jalani pemeriksaan yang awalnya di Polres TTS tapi sudah dilanjutkan ke Polda NTT. Jadi seperti itu informasi yang bisa saya sampaikan pada malam hari ini,” katanya.
Terkait pembangunan RSP Boking ini, Kepala Dinas Kesehatan TTS, dr. Irene Atte yang temui KJI NTT menolak memberikan komentar karena proyek tersebut sementara dalam masalah hukum. “Saya tidak bisa komentar soal RSP Boking karena sementara ditangani polisi,” ujarnya.
DPRD TTS Rekomendasi Proses Hukum
Proyek RSP Boking ini mendapat perhatian serius DPRD TTS dengan merekomendasikan hasil temuan Pansus DPRD TTS yang turun ke lokasi dan menemukan bangunan yang mengalami kerusakan parah. Apalagi sejak awal, DPRD TTS telah memberikan peringatan agar sebaiknya proyek RSP Boking ditolak mengingat limit waktu yang tersisa 3 bulan sudah berakhir tahun anggaran.
“Kami (DPRD TTS Red) mempertimbangkan aspek waktu sehingga kita berharap kalau bisa itu (proyek RSP Boking Red) jangan dipaksakan karena kita sudah masuk bulan September – Oktober. Kemudian memperhatikan sisa waktu yang ada tidak mungkin selesai apalagi ini bangunan gedung beda dengan infrastuktur jalan misalnya,” jelas Ketua Pansus DPRD TTS Marthen Tualaka.
Selain itu kata Ketua Komisi IV DPRD TTS yang membidangi infrastruktur ini bahwa DPRD TTS melihat dana DAK bidang kesehatan ini ada konsekuensi bila tidak selesai sesuai dengan ketentuan waktu yang diberikan maka dana tidak cair.Dengan begitu tentu akan membebani APBD sehingga DPRD TTS menyarankan supaya proyek RSP Boking ini jangan dipaksakan dan ditunda saja ke tahun berikut.
Namun peringatan DPRD TTS ini tak diindahkan Pemerintah Kabupaten TTS dengan alasan sudah dilakukan pendatanganan kontrak dengan kontraraktor sehingga proyek harus dilanjutkan. Padahal, DPRD TTS sudah melihat adanya potensi masalah dalam proyek RSP Boking ini yang dikemudian hari terbukti benar.
“Intinya dari DPR secara lembaga dan secara teknis, secara politik kita sarankan untuk kemudian tidak dipaksakan,” ucapnya.
Apalagi sebut Marthen, Pansus DPRD TTS menemukan jika bangunan RSP Boking dalam kondisi sudah rusak namun tetap diresmikan oleh Bupati TTS, Egusem Piether Tahun. Malahan,terlalu dipaksakan supaya RSP Boking ini segera beroperasi melayani masyarakat yang butuh pelayanan kesehatan.
Padahal secara teknis, bangunan RSP Boking sangat tak layak difungsikan akibat kerusakan parah pada sejumlah ruangan rawat inap.
“Mulai dari situ sampai sekarang, setiap tahun kita (DPRD TTS Red) lakukan evaluasi melalui pansus LKPJ mulai dari 2019, 2020 dan termasuk kemarin 2021 itu kita rekomendasikan untuk diselesaikan proses hukumnya,” kata Marthen.
Kasusnya sudah dua tahun ditangani Polres TTS tetapi kemudian diambil alih Polda NTT namun hingga kini belum diketahui hasilnya seperti apa. Memang, kasus korupsi cukup sulit dalam penangananya namun harus ada ketegasan sehingga kasusnya tidak menggantung seperti sekarang membuat masyarakat bertanya-tanya.
“DPRD dan masyarakat TTS mengharapkan adanya kepastian hukum dari aparat penegak hukum terhadap kasus korupsi RSP Boking.
Kalau memang tidak cukup bukti, sebaiknya dihentikan secara resmi, tetapi kalau memang ada yang harus bertanggung jawab maka harus bertanggung jawab sudah,” tegas Marthen.
Saat KJI NTT meminta penjelasan ke Polda NTT, Direktur Reskrim Khusus Polda NTT, Kombes Pol Johanes Bangun menjelaskan bahwa kasus korupsi RSP Boking masih dalam tahap penyelidikan. Pihaknya, belum bisa membuka kasus ini ke publik selain karena masih dalam tahap penyelidikan namun menghindari polemik seputar kasus RSP Boking.
Apalagi, pihaknya sementara menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP Perwakilan NTT sebelum meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan. “Silahkan, tanya ke BPKP. Yang jelas, kami sudah bersurat ke BPKP untuk menghitung kerugian negaranya,” ujar Johanes Bangun.
Penjelasan Dirkrimsus Polda NTT, Kombes Pol Johanes Bangun ini justru bertolak belakang dengan penjelasan Humas BPKP Perwakilan NTT, Agens Tiara yang menjelaskan bahwa laporan hasil pemeriksaan sudah di sampaikan kepada Polda NTT melalui Mabes Polri .
BPKP Perwakilan NTT sebut Agnes Tiara, sudah menurunkan tim ke RSP Boking guna melakukan pemeriksaan sekaligus melakukan perhitungan kerugian negara dari proyek RSP Boking senilai Rp 17,4 miliar. “BPKP sudah melakukan tugasnya,” ujarnya.
Malahan hasil audit investigasi BPKP Perwakilan NTT ini kata Agnes Tiara sudah diserahkan ke Polres TTS sejak April 2021 lalu. “Kalau soal, apakah ada kerugian negara atau tidak dari audit investigasi BPKP itu, silahkan tanya langsung ke aparat penegak hukum. Itu kewenangan mereka (aparat penegak hukum Red) untuk menjawabnya,” kata Agnes singkat.
Hasil penelusuran KJI NTT menemukan bahwa saat ditangani Polres TTS kasus ini sebenarnya sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan setelah kasusnya diekspos. Sayangnya, sebelum kasus ini diekspos justru Kasat Reskrim Polda TTS, Iptu Jamari dimutasi ke Polda NTT.
Tak hanya sampai di situ, sejumlah penyidik kasus ini pun ikut dimutasi baik di mutasi ke Polda NTT maupun di mutasi ke polsek di wilayah Polres TTS. Meski sudah dua tahun ditangani Polda NTT namun hingga kini kasus tersebut belum menunjukkan titik terang.
Hasil penelusuran KJI NTT pada LPSE Kabupaten TTS yang berhasil diakses menyebutkan tender ini diikuti 19 peserta dan pemenang adalah PT. Tangga Batujaya Abadi nomor NPWP: 02.186.698.3-044.000 dengan nilai kontrak Rp 17,46 miliar. PT Tangga Batujaya Abadi beralamat di Ruko Mega Grosir Cempaka Mas Blok P Nomor 7 Jl. Letjend Suprapto Kel. Sumur Batu Kec. Kemayoran Jakarta Pusat – Jakarta Utara (Kota) – DKI Jakarta.
Proyek ini memiliki kode tender: 1884507 dengan nama tender Pembangunan Rumah Sakit Pratama Boking (DAK Afirmasi) berupa bangunan fisik RS Pratama. Rencana umum pengadaan dengan tanggal pembuatan 22 September 2017 satuan kerja Dinas Kesehatan Kabupaten TTS dengan kategori pekerjaan fisik.
Sistem pengadaan menggunakan lelang umum pascakualifikasi satu file dengan harga terendah dengan sistim gugur tahun anggaran APBD 2017 dengan nilai pagu paket Rp 18.029.906.00 dengan nilai HPS paket Rp 18.022.700.000.00. Adapun jenis kontrak dengan cara pembayaran gabungan lumsum dan harga satuan pada lokasi pekerjaan Kecamatan Boking -Timor Tengah Selatan.
Dalam LPSE ini disebutkan pula kualifikasi usaha perusahaan non kecil dengan syarat kualifikasi ijin usaha SITU/Keterangan domisili perusahaan yang masih berlaku dan SIUJK yang masih berlaku serta SBU: Sertifikat Badan Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi Klasifikasi Bidang Usaha Bangunan Sipil Subklasifikasi Jasa Pelaksana untuk Konstruksi Bangunan Gedung Kesehatan (BG008) maupun TDP yang masih berlaku. (*)
Artikel ini merupakan hasil kolaborasi sejumlah media yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Nusa Tenggara Timur.
Tim Liputan:
Djemi Amnifu (katantt.com), Juven Nitano (Net TV), Simon Selly (Victory News), Willyam Makani (penatimor.com) Putria (Pegiat Anti Korupsi FH Undana).