Menyingkap Tabir Gelap Korupsi: Kisah Kejati NTT yang Tak Kenal Lelah

Menyingkap Tabir Gelap Korupsi: Kisah Kejati NTT yang Tak Kenal Lelah

KUPANG, PENATIMOR – Perjuangan tak kenal lelah dilakukan oleh penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur untuk mengungkap dan menuntaskan berbagai kasus korupsi yang menggerogoti keuangan negara. Ada tiga kasus korupsi yang berbeda, masing-masing memiliki tingkat kerugian yang besar dan pelaku-pelaku yang bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Di balik pesona keindahan Labuan Bajo, Kejati Nusa Tenggara Timur tengah menghadapi tantangan besar dalam menyelesaikan kasus dugaan korupsi pembangunan persemaian modern Labuan Bajo. Sebuah proyek megah senilai Rp42 miliar yang seharusnya menjadi berkah bagi masyarakat, namun justru merugikan keuangan negara sekitar Rp12.750.711.318,03. Semua mata tertuju pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Benanain Noelmina, di mana upaya penyelidikan sedang berlangsung.

Bahkan, penanganan kasus ini telah mengerucut kepada beberapa pihak yang dinilai paling bertanggung jawab dan akan dijadikan subjek hukum dalam perkara ini.

Masih di Labuan Bajo, tepatnya di kawasan Pantai Pede, Desa Gorontalo, berdiri Hotel Plago yang menjadi pusat perhatian dalam kasus dugaan korupsi. Tanah seluas 31.670 m2 milik Pemprov NTT disalahgunakan dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp8.522.752.021,08. Empat individu berperan dalam skema yang merugikan negara ini, dan mereka kini mendekam di balik jeruji besi Rutan Kupang dan Lapas Perempuan Kupang. Lydia Chrisanty Sunaryo, Thelma D.S. Bana, Heri Pranyoto, Bahasili Papan adalah nama-nama yang mencoreng citra integritas mereka.

Menyingkap Tabir Gelap Korupsi: Kisah Kejati NTT yang Tak Kenal Lelah

Tidak hanya kasus besar, tetapi juga kasus-kasus kecil yang tidak luput dari perhatian Kejati NTT. Tanah negara di Jalan Veteran, Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, diambil alih oleh pribadi, yakni mantan Wali Kota Kupang, Jonas Salean. Namun, tindakan ini kini menjadi bahan penyidikan dan akan menentukan masa depan tanah tersebut. Keadilan akan ditegakkan, bahkan jika itu melibatkan pejabat tinggi.

Selain itu, bank juga tidak luput dari sorotan Kejati NTT. Kasus pembelian Medium Term Note (MTN) senilai Rp50 miliar oleh Bank NTT dari PT SNP Finance menjadi perhatian serius. Kejati tidak akan membiarkan tindakan yang merugikan masyarakat ini terus berlanjut tanpa pertanggungjawaban.

Agung Raka, Kepala Seksi Penkum dan Humas Kejati NTT, menyatakan bahwa tim penyidik sedang berusaha keras untuk merampungkan penyelidikan dalam waktu secepatnya. Mereka memiliki satu tujuan: mengirim para pelaku ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Keberhasilan mereka akan menjadi cerminan dari komitmen Kejati NTT dalam memerangi korupsi.

Selain itu, tim penyidik Pidsus Kejati NTT juga sedang menangani perkara dugaan korupsi di Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi NTT yang terkait dengan SPJ fiktif selama tiga tahun anggaran 2019-2021. Meskipun sebelumnya ditangani oleh Bidang Intelijen Kejati NTT, kasus ini kini berada di bawah kendali Bidang Pidsus karena indikasi melanggar hukum yang kuat. Tim penyelidik akan memastikan bahwa keadilan akan ditegakkan.

Ini tentang perjuangan tanpa henti Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur dalam memerangi korupsi. Mereka berdiri sebagai benteng terakhir melawan kelalaian dan kejahatan yang menggerogoti kekayaan negara. Di balik tugas mereka, terdapat keinginan untuk mengembalikan keadilan kepada masyarakat yang telah dirugikan. Dalam dunia yang terkadang penuh dengan ketidakadilan, Kejati NTT adalah cahaya harapan bagi mereka yang percaya pada kejujuran dan kebenaran. (Om Pena)