Kupang, penatimor.com – Tim penyidik Bidang Pidsus Kejati NTT terus melakukan pemeriksaan saksi terkait perkara dugaan korupsi kredit macet pada Bank NTT Cabang Surabaya senilai Rp 80 miliar.
Puluhan saksi telah diperiksa, termasuk enam pengusaha yang melakukan kredit di Bank NTT. Ada juga saksi yang berperan sebagai broker.
Sesuai informasi yang dihimpun wartawan di lingkup Kejati NTT, diketahui bahwa kredit macet tersebut berindikasi korupsi karena agunan yang disertakan dalam pengajuan kredit ternyata fiktif.
Ada salah satu pengusaha yang telah membayar lunas angsuran kreditnya, sementara lainnya tidak sama sekali sehingga terkategori kredit macet.
Diduga setelah kredit dicairkan, seluruh uang diambil oleh si broker, dan pemilik perusahaan hanya mendapat 20 persen dari nilai kredit.
Sementara yang dibayarkan hanya bunga kredit, tanpa disertai dengan pembayaran pokok kredit.
Informasi lainnya menyebutkan, perusahaan yang mengajukan kredit di Bank NTT ini adalah perusahaan yang sebelumnya sudah mati.
Namun kemudian diaktifkan kembali oleh oknum broker dan pemilik perusahaan melalui notaris, dengan sebelumnya terlebih dahulu membuat akta jual beli (AJB) seadanya.
Notaris lalu membuat akta jual beli secara sah. AJB inilah dijadikan lampiran dan dikirim ke Bank NTT sebagai jaminan pencairan dana.
Padahal, faktanya di AJB tersebut tidak ada asetnya yang dijadikan sebagai agunan.
Sementara itu, tidak ada penyikapan secara sempurna dari Bank NTT terhadap agunannya.
Sehingga pada saat terjadi kredit macet, pihak bank yang hendak melakukan aksekusi agunan ternyata tidak mendapati satu agunan pun.
Dalam proses pengajuan kredit ke Bank NTT, faktanya tidak ada agunan, namun dibuat seolah-olah ada agunan berupa tanah dan aset lainnya. Ada juga aset semacam tempat penari stripis namun dibuat seolah-olah sebuah jempat jualan handphone.
Selain itu, ada juga dokumen-dokumen yang tidak dilampirkan dalam permohonan kredit.
Oknum broker yang juga pengusaha asal Kupang berinsial S ini juga mengaku memiliki tanah 30an hektare di wilayah Desa Oematnunu, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, namun diduga fiktif.
Begitupun di Surabaya, pihak Bank NTT saat hendak melakukan sita agunan, ternyata tidak menemukan satu aset pun.
Kajati NTT Pathor Rahman yang dikonfirmasi wartawan, mengatakan, pihaknya masih terus mengembangkan penyidikan.
“Masih jalan prosesnya dan masih mendalami keterlibatan terhadap pihak- pihak lain,” singkat Kajati.
Diberitakan sebelumnya, penyidik Pidsus Kejati NTT juga tengah menyidik perkara dugaan korupsi terkait kredit macet di bank kebanggaan masyarakat NTT itu.
Nilai kreditnya terbilang fantastis hingga Rp 100 miliar lebih, dan dilakukan oleh beberapa oknum pengusaha besar asal Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
Uang dari kredit tersebut diduga dibawa ke luar NTT untuk membiayai sejumlah proyek para pengusaha dimaksud.
Tim penyidik Pidsus Kejati NTT dalam melakukan penyidikan, terus intensif memeriksa para saksi terkait perkara ini.
Sudah puluhan saksi yang diperiksa dari pihak Bank NTT Pusat di Kupang dan Bank NTT Surabaya, serta pihak swasta yang melakukan kredit.
Tim penyidik juga telah mengajukan permintaan penghitungan kerugian negara (PKN) ke BPKP Perwakilan NTT.
Setelah ada hasil penghitungan kerugian negara dari BPKP, akan dilakukan gelar perkara. Nantinya akan dilihat posisi kasus dan diputuskan apakah dilanjutkan ke tahapan berikut atau perlu didalami lagi.
Informasi lain yang dihimpun wartawan, menyebutkan penanganan perkara ini juga sudah dipaparkan Kajati NTT Pathor Rahman dalam pertemuan dengan Komisi III DPR RI di Mapolda NTT, Kamis (6/2).
Dan Komisi III pada kesempatan itu, meminta pihak Kejati NTT untuk segera menuntaskan perkara ini karena dinilai sangat merugikan keuangan daerah.
Tim penyidik juga dikabarkan dalam waktu dekat akan melakukan penetapan tersangka dalam perkara ini setelah mengantongi hasil penghitungan kerugian negara dari BPKP Perwakilan NTT. (ona)