Lewoleba, penatimor.com – Belum juga seminggu menjalani tugas baru sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lembata, Ridwan Sujana Angsar, SH.,MH., sudah membuat gebrakan dalam penegakan hukum.
Kejari Lembata kini konsern menangani perkara dugaan korupsi dalam proses pengadaan kapal pengawas atau kapal patroli sumberdaya kelautan dan perikanan Kabupaten Lembata.
Anggaran pengadaan kapal ini bersumber dari APBD II Pemkab Lembata tahun anggaran 2015 senilai Rp 1.462.895.500.
Informasi yang dihimpun wartawan, menyebutkan, pengadaan 1 unit kapal patroli ini dengan kontraktor pelaksana PT Susanto Soekardi Boatyard dengan nilai penawaran Rp 1.462.895.500.
Kegiatan pengadaan ini tertuang dalam kontrak Nomor: DIS.KP.523.SD1.425/IX/2015 tanggal 8 September 2015 dengan waktu kerja 98 hari kalender, 8 September 2015 – 14 Desember 2015.
Dalam kegiatan ini sudah dilakukan pembayaran uang muka sebesar Rp 30 persen atau sebesar Rp 438.868.650.
Kajari Lembata, Ridwan Sujana Angsar, kepada wartawan melalui sambungan telepon selular, Rabu (2/9), membenarkan penanganan perkara tersebut.
“Kita baru saja ekspose perkara dan hasilnya ditetapkan untuk ditingkatkan ke penyelidikan Pidsus,” kata Ridwan.
Dalam pengadaan kapal patroli ini, sampai dengan tanggal 14 Desember 2015, penyedia jasa PT Susanto Soekardi Boatyard belum menyesaikan pekerjaan.
Penyedia barang/jasa mengirimkan surat Nomor: 129/SP/DX/SSB/I/2016 tanggal 7 Januari 2016 perihal pernyataan kesanggupan menyelesaikan pekerjaan selama 50 hari terhitung sejak tanggal 15 Desember 2015.
Selanjutnya, PPK tidak melakukan addendum dan merasa yakin penyedia barang/jasa bersedia membayar denda keterlambatan.
Tanggal 27 Januari 2016 penyedia barang/jasa mendatangkan kapal patroli ke Lembata dan dilakukan pemeriksaan terhadap kapal tersebut, dimana berdasarkan berita acara pemeriksaan barang Nomor: DIS.KP.523.SID.49/II/2016 tanggal 2 Februari 2016 didapatkan panitia pemeriksa hasil pekerjaan menolak kapal tersebut karena tidak dilengkapi dengan surat kapal dan rekomendasi/berita acara uji fisik kapal.
“Pejabat pembuat komitmen menolak kapal dari penyedia barang/jasa dan dilakukan pemutusan hubungan kerja,” sebut Kajari.
“Seharusnya PPK, apabila PHK maka mencairkan jaminan uang muka, tetapi tidak dilakukan dan tidak menetapkan denda keterlambatan,” lanjut dia.
Dijelaskan, setelah PHK, penyedia barang/jasa juga belum mengembalikan uang muka pembayaran sebesar 30 persen.
Ridwan melanjutkan, sesuai fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan dugaan kerugian negara sebesar Rp 383.012.640 dari pembayaran uang muka sebesar 30 persen dan sebesar kurang lebih Rp 7.021.898 dari denda keterlambatan yang belum dibayarkan.
Pokja untuk pengadaan kapal ini diketuai oleh Petrus Atawuwur dengan Sekretaris Martinus Lamak, dan Anggota Flafianus Sangaria, Bernardus Boy Sinuor, dan Karokus Kia. (wil)