KUPANG, PENATIMOR – Kasus dugaan tindak pidana pengangkutan dan niaga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kabupaten Sabu Raijua dengan tersangka Anthony Nitti Susanto akhirnya memasuki babak baru, setelah diwarnai penolakan pelimpahan kembali perkara di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Kupang.
Penolakan perkara ini sempat jadi pergunjingan publik, lantaran sikap PN Kupang dinilai menyalahi ketentuan hukum yang berlaku.
Untuk diketahui, putusan sela majelis hakim yang diketuai Florince Katerina, SH., MH., bersama anggota Consilia Ina Lestari Palang Ama, S.S dan Rahmat Aries, SB., SH., telah menerima eksepsi penasehat hukum terdakwa. Hakim juga menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) batal demi hukum.
Terhadap putusan tersebut, JPU mengakui adanya kekeliruan, dan langsung memperbaiki dakwaan untuk dilimpahkan kembali perkara tersebut. Namun beberapa kali ditolak PN Kupang. Dari Rabu (9/8/2023) hingga Jumat (11/8/2023), tim JPU Kejari Sabu Raijua hendak melimpahkan kembali perkara tersebut, namun terus ditolak. Bahkan, oleh petugas PTSP, JPU diarahkan untuk menemui langsung Ketua PN Kupang.
Padahal, langkah hukum JPU ini sebagaimana ketentuan yang berlaku, bahwa terhadap putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum, sebagaimana Pasal 143 ayat (3) KUHAP, JPU memiliki pilihan apakah akan langsung melakukan perbaikan ataukah akan mengajukan perlawanan pada Pengadilan Tinggi sebagaimana Pasal 156 ayat (3) KUHAP.
Dalam hal perlawanan JPU pada Pengadilan Tinggi terhadap Putusan Sela yang menyatakan dakwaan batal demi hukum ditolak oleh Pengadilan Tinggi, maka JPU akan melakukan perbaikan kembali terhadap surat dakwaan dan kembali mengajukan surat dakwaan baru atau surat dakwaan untuk yang kedua kalinya ke Pengadilan.
Pelimpahan kembali perkara tindak pidana Bahan Bakar Minyak (BBM) ilegal ini baru dapat diterima, setelah dilakukan koordinasi yang intensif dengan Ketua PN Kupang, Senin (14/8/2023) petang.
Pelimpahan perkara dilakukan Kasi Pidum bersama tim JPU Kejari Sabu Raijua pada pukul 14.50.Wita, Senin (14/8/2023) petang.
Kasi Penkum Kejati NTT, AA Raka Putra Dharmana, SH., MH., yang dikonfirmasi media ini, membenarkan pelimpahan kembali perkara tersebut.
“Dalam putusan sela, hakim menyatakan dakwaan perkara ini batal demi hukum, dan setelah diteliti memang ada kekeliruan dalam dakwaan tersebut. Untuk itu, sesuai dengan hukum acara, penuntut umum boleh limpahkan lagi perkara tersebut, sehingga tidak ada langkah hukum tujuh hari lagi,” jelas Kasi Penkum.
“Hari ini kita limpahkan ulang, dan telah berkoordinasi dengan pihak Pengadilan Negeri, dan telah diterima. Semua berjalan lancar, tidak ada kendala,” lanjut dia.
Menurut Kasi Penkum, pasca putusan sela yang menyatakan menerima eksepsi penasehat hukum terdakwa, dan dakwaan dinyatakan batal batal hukum, JPU langsung mengoreksi dan memperbaiki dakwaan tersebut untuk dilimpahkan kembali.
“Yang diperbaiki yaitu nomor suratnya saja, tetapi nomor perkaranya masih lama. Hanya surat pelimpahan yang kita perbaiki. Jadi nanti akan muncul nomor perkara yang baru di PTSP Pengadilan Negeri,” imbuhnya.
“Untuk saat ini kita lengkapi dakwaan yang lama. Untuk dakwaan baru nanti seperti eksepsi penasehat hukum, karena kita anggap bahwa tempusnya pada peraturan itu berlaku dengan ketentuan pasal 1 ayat 1. Tidak mungkin ada perbuatan tindak lanjut pidana sebelum pada aturan. Jadi pasalnya juga sama, hanya dilengkapi saja,” terangnya.
Sementara Juru Bicara PN Kupang, Mutharda Mberu, yang dikonfirmasi terkait penolakan pelimpahan kembali perkara tersebut, mengatakan, pada dasarnya pengadilan sesuai Undang-Undang Kehakiman tidak dibolehkan untuk menolak perkara.
Hal tersebut dibuktikan dengan PN Kupang tidak memiliki alasan untuk menolak berkas perkara yang dilimpahkan ke PN Kupang.
“Jadi pada dasarnya Undang-undang Kehakiman itu tidak boleh pengadilan tolak perkara. Jadi kita tidak punya alasan yang cukup, untuk menolak perkara. Hal tersebut, dibuktikan dengan berkas perkara kembali dilimpahkan Penuntut Umum di PN Kupang, dan kini telah diterima,” tandas Mutharda.
“Buktinya hari ini sudah limpah ke PN, jadi tidak ada masalah antara kita dan penuntut umum. Jadi sebelumnya itu ada putusan sela, itu telah diputus oleh hakim yang mengadili,” lanjut dia.
“Kami dari pengadilan, kalau memang mau upaya hukum masih memungkinkan. Kalau tidak, harus daftar baru dengan nomor yang baru. Untuk melanjutkan perkara yang sudah diputus walaupun putusan sela sudah tidak bisa, karena sudah melewati batasnya. Untuk itu, penuntut umum diharuskan untuk mendaftarkan kembali perkara tersebut di PN Kupang, sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Masih menurut Mutharda, apabila perkara ini dilimpahkan kembali lagi dengan nomor perkara yang baru, maka itu berlaku di PN Kupang sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28 Tahun 2022.
Dan apabila perkara itu batal demi hukum pada putusan sela, maka penuntut umum dapat mengajukan kembali satu kali.
Namun dalam proses persidangan, apabila penasihat hukum terdakwa mengajukan eksepsi yang sama sesuai nomor perkara yang sebelumnya, maka majelis hakim akan mengabaikannya dan akan masuk dalam pemeriksaan pokok perkara.
Mutharda menambahkan, setelah dilimpahkan kembali perkara ini ke PN Kupang, selanjutnya akan ada penunjukkan hakim yang mengadili oleh Ketua PN Kupang.
“Paling lambat satu minggu kedepan bisa disidangkan,” jelas Mutharda.
Diberitakan sebelumnya, majelis hakim di PN Kelas 1A Kupang dalam putusan sela menerima nota keberatan atau eksepsi terdakwa Antoni Nitti Susanto dalam kasus dugaan tindak pidana BBM illegal di Kabupaten Sabu Raijua.
Putusan Sela dibacakan di Ruang Cakra PN Kupang, Senin (7/8/2023) siang.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Florince Katerina, SH., MH., didampingi hakim anggota, Consilia Ina Lestari Palang Ama, S.S, dan Rahmat Aries, S.H.
Majelis hakim juga menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak memenuhi syarat materiil.
“Menyatakan perkara dalam dakwaan penuntut umum batal demi hukum. Menyatakan membebaskan terdakwa Antoni Nitti Susanto dari tahanan kota. Membebankan biaya perkara pada negara,” sebut Hakim Florince Katerina.
Usai pembacaan putusan sela, majelis hakim memberikan waktu satu hari kepada JPU untuk melakukan upaya hukum.
Hadir tim JPU dipimpin Herry Franklin, SH., dan terdakwa Antoni Susanto, didampingi penasehat hukumnya, Harri Pandie SH.,MH., dan Rydo Manafe, SH.,MH.
Penasehat hukum terdakwa, Harri Pandie, kepada awak media mengaku, bersyukur dan berterima kasih kepada majelis hakim yang mengadili dan telah memutus putusan sela dengan menyatakan mengabulkan eksepsi.
Amar putusan sela menyatakan bahwa dakwaan JPU kabur dan bertentangan dengan Pasal 143 ayat 2 KUHAP, tentang sah nya surat dakwaan.
Adapun hal menarik dalam pertimbangan hakim bahwa pasal yang digunakan JPU Pasal 55 Undang-Undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja itu ternyata pasal itu baru berlaku pada 31 Maret 2023, sedangkan uraian perbuatan dalam surat dakwaan itu menurut jaksa itu dilakukan 2018 sampai April 2022.
Sehingga dalam pertimbangan hakim bahwa uraian perbuatan oleh terdakwa dengan tempus dan delik nya itu dilakukan sebelum berlakunya Pasal 55 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2023 tentang Cipta Kerja. (wil)