Kupang, penatimor.com – Pengadilan Tipikor Kupang melanjutkan sidang perkara dugaan korupsi terkait bagi-bagi tanah dengan terdakwa mantan Wali Kota Kupang, Jonas Salean.
Sidang beragenda pembacaan putusan sela majelis hakim terhadap eksepsi penasehat terdakwa berlangsung, Selasa (17/11/2020).
Majelis hakim dalam amar putusan sela menyatakan eksepsi tim penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima.
Putusan hakim yang menolak eksepsi tim penasehat hukum Jonas Salean ini berarti majelis hakim mengabulkan atau sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum dalam tanggapan terhadap eksepsi terdakwa.
Amar putusan sela juga memerintahkan Penuntut Umum untuk melanjutkan perkara Jonas Salean.
Termasuk menangguhkan biaya perkara sampai putusan akhir.
Sidang akan dilanjutkan pada Senin (23/11/2020) dengan agenda pemeriksaan saksi dari JPU.
Terpantau, persidangan yang dipimpin Majelis Hakim Jonson Mira Manggi itu dihadiri tim JPU, Hendrik Tiip, Heri Franklin dan Emi Jehamat, termasuk tim Penasehat Hukum terdakwa.
Jonas Salean tampak menghadiri persidangan dengan mengenakan batik warna coklat dipadu celana hitam.
Jonas tampak tenang di kursi pesakitan menyimak pembacaan putusan sela majelis hakim hingga selesai.
Sebelumnya, dalam tanggapan Penuntut Umum yang dibacakan jaksa S. Hendrik Tiip, SH., menanggapi eksepsi tim hukum terdakwa bahwa penerbitan Sertifikat Hak Milik yang mengeluarkan adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN), sehingga jika ada sengketa terhadap sertifikat hak atas tanah yang berhak memeriksa dan mengadili adalah Pengadilan Tata Usaha Negara.
“Mengingat tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Jonas Salean adalah tindak pidana korupsi, maka sudah benar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kupang Klas IA berwenang memeriksa dan mengadili pekara a quo,” kata Hendrik.
Terhadap keberatan tim penasihat hukum terkait kewenangan mengadili, Penuntut Umum menanggapi bahwa terhadap materi keberatan tersebut sudah keluar dari ruang lingkup eksepsi karena telah masuk dalam materi pokok perkara yang akan dibuktikan Penuntut Umum di dalam persidangan.
“Bahwa apakah perkara a quo adalah
sengketa perdata atau sengketa Tata Usaha Negara, hal tersebut haruslah dibuktikan di dalam persidangan pokok perkara,” lanjut Hendrik.
Dengan demikian, lanjut dia, maka Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kupang Klas IA berwenang memeriksa dan mengadili perkara atas nama Jonas Salean.
Soal keberatan Pasal 55 Ayat (1) Ke 1 KUHP, Penuntut Umum juga menanggapi bahwa terhadap materi eksepsi tersebut, bahwa di dalam dakwaan Penuntut Umum khususnya pada Mukadimah Surat Dakwaan pada halaman 1 hingga halaman 2 Surat Dakwaan Primair maupun pada Mukadimah Surat Dakwaan pada Dakwaan Subsidair halaman 17, Penuntut Umum telah menguraikan mengenai unsur Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Bahwa apakah terdakwa dalam perkara a quo sebagai orang yang melakukan, turut serta melakukan atau yang menyuruh melakukan tindak pidana hal tersebut haruslah dibuktikan di dalam pemeriksaan pokok perkara dan bukan diuraikan pada ruang lingkup eksepsi.
Dengan demikian maka dalil tim penasihat hukum tidak berdasar sehingga wajib untuk dikesampingkan karena dakwaan yang disusun oleh Penuntut Umum sudah cermat, sudah jelas dan sudah lengkap.
“Terkait dengan kewenangan penghitungan kerugian negara sudah masuk dalam materi pokok perkara,” sambungnya.
Penuntut Umum memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa Jonas Salean, berkenan untuk memutus perkara ini dengan amar menolak keseluruhan Nota Keberatan (eksepsi) yang diajukan oleh Tim Penasihat Hukum terdakwa Jonas Salean.
Selain itu, Majelis Hakim diminta dalam putusannya menyatakan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kupang Klas IA berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini, serta melanjutkan pemeriksaan terhadap perkara ini, serta menyatakan hukum bahwa dakwaan Penuntut Umum adalah sah dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa Jonas Salean. (wil)