Angka Pengguna Narkoba di NTT Capai 36.022 Orang

Angka Pengguna Narkoba di NTT Capai 36.022 Orang

Kupang, Penatimor.com – Penyalahgunaan narkotika dan obat/bahan berbahaya (Narkoba) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terus meningkat. Saat ini angka penyalahgunaan narkoba di daerah itu mencapai 36.022 orang.

Kepala Seksi (Kasie) Pencegahan BID P2M BNN Provinsi NTT, Markus Raga Djara sampaikan ini kepada wartawan di Kupang, Jumat (2/8/2019).

Menurut Markus, Provinsi NTT telah masuk dalam kategori darurat narkoba. Pengguna terbanyak, secara kasat mata berasal dari kaum milenial.

“NTT sudah masuk kategori darurat narkoba. Pengguna terbanyak itu kaum milenial,” ungkap Markus.

Meski begitu, sangat disayangkan karena hingga saat ini pencegahan dan pemberantasan narkoba di NTT masih sangat lemah. Hal ini disebabkan oleh lemahnya dukungan dari Pemprov NTT, Pemerintah Kabupaten, pihak-pihak terkait, dan keterbatasan anggaran.

“Dukungan pemerintah daerah lemah. Anggaran juga terbatas sehingga belum maksimal,” katanya.

Selain itu, pemerintah daerah tidak bisa diharapkan bekerjasama dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan Narkoba di NTT. Pasalnya, sampai saat ini Instruksi Gubernur NTT No.1 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN), tidak dijalankan.

“Instruksi gubernur untuk cek urin sudah jelas tetapi tidak dijalankan. Bagaimana ASN mau jadi contoh,” terang Markus.

Markus berharap, pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait, bisa sesegera merespon hal tersebut, agar ancaman narkoba di NTT bisa diperangi secara serius.

Dia mengungkapkan, masuknya narkoba di NTT untuk sementara melalui pelabuhan laut. Sesuai data BNNP, Kota Maumere, Kabupaten Sikka menjadi zona merah penyalahgunaan narkoba. Setelah itu Labuan Bajo, Lembata, Waingapu, Tambolaka, Kupang, TTU, Belu dan Alor.

“Maumere, Labuan Bajo, Lembata itu zona merah. Pintu masuk narkoba. Dan kita akui lemah pengawasan. Sehingga kita sedang komunikasikan dengan pihak kabupaten untuk adakan BNNK di daerah masing-masing,” paparnya.

Markus menyebutkan, BNNK di NTT baru ada di tiga dari 22 kabupaten/ kota, yakni Kabupaten Belu, Rote Ndao dan Kota Kupang. Jenis narkoba yang paling banyak digunakan adalah ganja, sabu-sabu dan ekstasi.

“Baru tiga kabupaten yang punya BNNK. Seharusnya ada di semua kabupaten/ kota, apalagi daerah-daerah rawan. Pemerintah daerah harus cepat tanggap,” sebutnya.

Anggota DPRD NTT, Winston Neil Rondo mengatakan, untuk pencegahan dan pemberantasan narkoba di daerah itu, maka lembaga DPRD NTT telah membentuk Ranperda. Diharapkan DPRD dan Pemerintah Daerah harus menjadi contoh untuk mencegah dan memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Provinsi NTT.

“Kita harus serius kibarkan bendera perang melawan bahaya narkoba. DPRD dorong Ranperda Tentang Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Pemprov harus segera eksekusi, agar pemeriksaan segera dilakukan di lingkungan Pemda, BUMN, lembaga swasta dan lembaga pendidikan,” pungkas Ketua Fraksi Partai Demokrat NTT ini. (ale)