KUPANG, PENATIMOR – Anggota Polres Sabu Raijua, Polda NTT, Bripda FPB (27) terancam dipecat dengan tidak terhormat.
Pasalnya Bripda FPB, sempat nikah dinas dan melakukan acara pinangan dengan seorang wanita berinisial RW.
RW sendiri seorang perawat di sebuah Puskesmas di Kabupaten Rote Ndao, NTT.
Dari hubungan cinta mereka dikaruniai dua orang anak.
Namun pernikahan dinas sudah dilakukan pada 10 Oktober 2015 dan acara peminangan 4 Desember 2015.
Namun acara pernikahan secara agama dan hukum tidak pernah ditindaklanjuti oleh Bripda FPB.
RW saat ditemui media ini, Selasa (7/9/2021), mengatakan, awalnya Bripda FPB bertugas di Polres Rote Ndao, dan saat ini Bripda FPB pindah tugas ke Polres Sabu Raijua sejak awal 2020.
Namun di Kabupaten Sabu Raijua, Bripda FPB malah menjalin hubungan dengan wanita lain, WK, seorang PNS di Pemkab Sabu Raijua.
WK pun hamil dan sudah melahirkan. Saat ini WK dan Bripda FPB sudah memiliki seorang anak laki-laki berusia 1 bulan.
RW pun harus menderita. Ia kehilangan pekerjaan sebagai perawat dan statusnya saat ini tidak jelas karena tidak kunjung dinikahi secara agama dan hukum oleh Bripda FPB.
RW pun bersurat ke Kapolda NTT dan mengadukan Bripda FPB ke Polda NTT agar ada kepastian soal status dirinya.
“Bripda FPB sudah tidak mau nikahi saya. Alasannya dia bilang sudah tidak ada rasa cinta lagi dan dia lebih memilih perempuan yang di Sabu Raijua,” ungkap RW.
Ia juga mengaku awalnya ia berkenalan dengan Bripda FPB yang saat itu bertugas di Polres Rote Ndao dan kemudian pacaran.
Karena sudah serius maka mereka menikah dinas melalui sidang BP4R di Polres Rote Ndao pada 10 Oktober 2015 dan dilanjutkan dengan acara peminangan pada 4 Desember 2015.
Rencananya mereka akan menikah pada akhir bulan Desember 2015 atau awal tahun 2016 sehingga sudah melakukan pra wedding.
Walau belum menikah sah, mereka sudah tinggal bersama dan memiliki dua orang anak.
Janji menikah tinggal janji, karena Bripda FPB tidak pernah menepati janjinya hingga pindah tugas pada tahun 2019 ke Polda NTT.
Sebagai calon istri, RW pun memilih tidak lagi bekerja sebagai perawat karena mengasuh dua orang anaknya dan ikut Bripda FPB ke Kupang dan mengelola beberapa bisnis kecil-kecilan.
Pada awal tahun 2020, Bripda FPB pindah tugas ke Polres Sabu Raijua. Karena ada usaha di Kupang maka RW pun tinggal di Kupang dan tinggal dengan orang tua Bripda FPB .
“Awal-awal dia tugas ke Sabu Raijua, dia masih menafkahi saya dan kirim uang bulanan,” ungkap RW.
“Namun sejak bulan Juni 2020, Bripda FPB tidak lagi mengirim uang bulanan,” imbuhnya.
RW curiga kalau sejak saat itu, Bripda FPB sudah menjalin hubungan dengan WK yang juga protokol di kantor bupati Kabupaten Sabu Raijua.
Dugaannya benar karena Bripda FPB tidak pernah berkabar bahkan nomor handphone RW diblokir sehingga sulit menghubungi.
RW juga sudah mendapat kabar kalau Bripda FPB sudah menjalin hubungan dengan WK.
Sehingga pada bulan Oktober 2020, RW bersurat ke Kapolda NTT mengadukan nasibnya dan perbuatan Bripda FPB.
Mereka sempat dipertemukan di Provost Polda NTT dan saat itu dimediasi oleh Kompol Marthen Kana.
Kepada Provost Polda, Bripda FPB bersikeras enggan melanjutkan hubungan dengan RW karena sudah tidak ada rasa cintanya.
Bripda FPB kemudian meminta anak sulung mereka perempuan untuk ikut dan hingga saat ini tinggal bersama orang tua Bripda FPB di Takari, Kabupaten Kupang.
“Anak saya yang perempuan sudah diambil dan dibaptis oleh orang tua Bripda FPB tanpa sepengetahuan saya sebagai ibunya. Saat ini saya merawat anak kedua saya yang laki-laki,” ujar RW.
Dari Polda NTT, Retno mendapat surat balasan atas laporannya. Surat dikeluarkan Itwasda Polda NTT Nomor B/1564/X/Was.2.4./2020/Itwasda yang ditanda tangani Irwasda Polda NTT, Kombes Pol Tavip Yulianto.
Pada point (e) surat tersebut disebutkan bahwa Bripda FPB melanggar kode etik profesi Polri dan Bripda FPB pun tidak bertanggung jawab secara agama dan hukum.
Bripda FPB direkomendasikan untuk Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Namun hingga saat ini, Retno belum mendapat kejelasan soal kasus ini karena sejak keluarnya surat dari Irwasda Polda NTT.
Ia juga tidak pernah dipanggil lagi dan belum pernah ada sidang untuk Bripda FPB.
RW juga mendapat kabar kalau WK sudah melahirkan anak laki-laki yang merupakan anak dari Bripda FPB.
“Saya hanya mau ada kejelasan kasus ini dan ada kepastiannya biar saya juga bisa menentukan sikap lain dan mencari kerja lagi,” ujar RW.
Saat ini RW harus ikut ujian kompetensi (Ukom) lagi untuk surat keperawatannya sehingga bisa bekerja lagi.
RW juga mengaku kalau sudah hampir setahun lebih Bripda FPB tidak lagi menafkahinya dan ia sudah pasrah.
“Lima tahun nasib saya digantung. Saya sudah kehilangan pekerjaan, tidak dinikahi, anak sulung saya diambil dan tidak ada kejelasan penanganan kasus ini,” ungkapnya.
Ia sudah pernah berjuang memperjelas status pernikahannya dengan menanyakan pada orang tua FPB, namun ia diminta bersabar sejak tahun 2015 hingga saat ini.
“Bagaimana saya bersabar, sementara FPB sudah punya anak dari perempuan lain,” kata dia.
RW berharap Kapolda NTT bijak menentukan sikap dan memproses Bripda FPB karena persoalan ini.
Sedangkan Kabid Propam Polda NTT, Kombes Pol Dr Drs Dominicus Yempormase, MH., saat dikonfirmasi media ini, mengaku masih mempelajari dan memproses kasus ini.
“Kasus ini sedang dalam proses dan mohon bersabar,” singkatnya. (wil)