RUTENG, PENATIMOR – “Lebih baik di sini, rumah kita sendiri. Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa, semuanya ada di Manggarai, ada di Cibal, ada di Beamese, ada di NTT”.
Penggalan lagu “Rumah Kita” karya group band lawas God Bless itu dilantunkan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) dengan sengaja menggubah beberapa kata di bait lagu, saat memberikan sambutan dalam kunjungan kerjanya di Desa Beamese, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai, Senin (18/4/2022) pagi.
Penggalan lagu ini memberikan pesan yang mendalam, tidak hanya kepada masyarakat Beamese, tetapi juga seluruh masyarakat NTT untuk bangga menjadi orang NTT dengan aneka kekayaan alam dan budaya yang dimiliki.
Tersirat pesan yang kuat, bahwa gubernur ingin memotivasi rakyatnya agar dengan kekayaan alam yang ada, dapat menciptakan produk-produk lokal yang berkualitas.
Ada kekuatiran besar yang ditunjukkan gubernur, dimana ketergantungan masyarakat NTT terhadap produk luar terus meningkat.
Padahal NTT memiliki kekayaan alam yang luar biasa, dan itu menjadi bahan baku untuk aneka produk bermutu.
Seperti Manggarai yang kaya akan kopi, bisa dikreasikan menjadi produk lain seperti hand sanitizer beraroma kopi ataupun produk lainnya.
Inovasi seperti inilah yang didambakan gubernur untuk mengatasi ketergantungan terhadap produk luar yang mahal.
“Dengan kekayaan yang ada, kita sudah harus membangun diri kita sendiri,” kata gubernur VBL disambut aplause meriah hadirin.
Menurut gubernur, selama setahun total belanja NTT terhadap produk dari Pulau Jawa mencapai Rp 13 triliun.
Misalnya, untuk belanja shampo, sabun mandi dan sabun cuci sudah mencapai Rp 700 miliar setahun, juga pembelian kecap yang Rp 150 miliar setahun.
Untuk itu, inovasi sangat dibutuhkan agar apabila NTT sudah mampu membuat produk sendiri, seperti sabun mandi dan shampo atau produk lainnya, tentu akan memilimalisir pembelian produk luar.
“Kita harus pakai barang kita sendiri,” tegas gubernur.
Untuk maksud mulia itu juga, salah satu keputusan tegas gubernur saat ini yaitu melarang kelapa dari NTT dibawa keluar ke daerah lain.
Keputusan ini dibuat, agar NTT bisa memproduksi minyak goreng sendiri, dan ampas kelapa bisa dibuatkan pakan ternak.
“Satu tahun itu NTT beli pakan ternak di Pulau Jawa Rp 1,1 triliun,” sebut gubernur lagi.
Untuk itu menurut gubernur, sudah saatnya NTT menghasilkan produk sendiri yaitu produk made in NTT.
“Kalau orang lain tidak mau beli, kita beli sendiri. Ada APBD yang dianggarkan untuk kita beli. Habis kita beli, kita bikin pasar murah, toh ini buat rakyat. Kalau tidak, rakyat akan buat, dan kalau tidak ada yang beli, dia akan setop. Jangan pernah kita setop. Yang diproduksi harus dibeli, apapun yang dibuat dari bahan baku di NTT, nomor satu pemerintah siapkan anggarannya dan beli. Memang rugi, tetapi kita sedang mengintervensi produk-produk yang dikerjakan rakyat, sehingga produksi tetap dijaga dan kualitas bertumbuh, dan keyakinan akan pasar tetap terjaga. Ini harus dilakukan, sambil kita pasarkan keluar. Ini desain kita kedepan, karena kedepan produksi apapun pasti ada pasar,” tegas gubernur.
Dengan terobosan itu, gubernur optimistis kelompok-kelompok kecil akan terus digerakan untuk melawan kelompok-kelompok besar yang saat ini memegang seluruh ekonomi NTT.
Bagi gubernur, cara berpikir “Bangkit” itu memang harus terus didorong, dan perlahan saat ini sudah mulai menampakan kemajuan.
“Sudah saatnya kita merubah mindset kita, dan hal ini akan membuat kita baik. Selama membangun ini, kita perlu siapkan tahap demi tahap, sehingga melalui tahapan yang baik kita akan mencapai mimpi besar bersama,” ungkap mantan Ketua Fraksi Nasdem DPR RI itu. (nus)