Kupang, penatimor.com – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI melakukan kunjungan kerja di wilayah hukum Polda NTT guna melakukan sosialisasi kode etik dan tata cara beracara MKD.
Sosialisasi tersebut bertujuan untuk menyamakan presepsi serta menyerap aspirasi atau masukan dari penegak hukum di daerah, sehingga bisa meningkatkan peraturan atau kode etik dan tata cara beracara dengan baik.
Kunker MKD di Polda NTT tidak saja melibatkan Kapolda NTT dan jajaran namun juga pihak Kejati NTT.
Turut hadir Wakajati NTT Johny Manurung beserta jajaran pejabat Kejati NTT.
Sedangkan dari tim MKD terdiri dari 10 anggota yang dipimpin ketua tim Tubagus Sumanjaya.
Pertemuan tersebut berlangsung di Aula Rupatama Lantai 3 Mapolda NTT, Rabu (26/6).
Anggota MKD, Taufik R. Abdullah usai kegiatan itu, mengatakan, sebagai mahkamah yang memiliki tugas untuk melakukan penanganan pelanggaran dan persidangan anggota dewan maka perlu untuk melakukan sosialisasi terhadap para penegak hukum di daerah untuk menciptakan kesepahaman, sinergi dan kerja sama dalam penanganan perkara oleh anggota dewan.
Dikatakan MKD memiliki tugas untuk menyidangkan atau menangani pelanggaran oleh anggota dewan, sehingga MKD diartikan sebagai sebuah peradilan.
“Oleh karena itu, kita perlu melakukan sosialisasi kepada para penegak hukum di daerah, ada Kepolisian dan Kejaksaan,” ujar politisi PKB itu.
Taufik Abdullah menjelaskan, kegiatan tersebut memiliki kepentingan tentunya adalah bagaimana kedepan akan bisa menjalin kerjasama dalam beberapa hal agar tidak terjadi tumpang tindih dalam penyelesaian perkara karena banyak persoalan yang terkait dengan etik itu juga persoalan pidana, meskipun tentunya tidak semua persoalan etik itu persoalan pidana.
“Ketika ada persoalan etik yang itu masuk dalam pidana, maka persoalan itu ditangani oleh penegak hukum. Kita MKD tidak ikut menanganinya, ini kan harus ada pemahaman bersama,” jelasnya.
Dalam kegiatan tersebut, lanjutnya, MKD memperoleh masukan dari para penegak hukum soal proses pemanggilan anggota dewan yang terkena masalah etik atau pidana.
“Segala masukan yang tadi disampaikan adalah terkait bagaimana kalau ada pemanggilan anggota DPR, pemanggilan inikan harus seizin presiden. Kalau dulu harus melalui izin MKD tetapi sudah di-judicial review sehingga tidak berlaku, ini yang harus dipahami bersama,” ungkapnya.
Ditambahkan, MKD akan menangani persoalan kalau ada laporan atau aduan. “Sepanjang itu menjadi isu publik kita bisa tangani,” pungkasnya.
Sementara itu, Kapolda NTT Irjen Pol Drs Raja Erizman menjelaskan bahwa dalam kegiatan sosialisasi juga pada prinsipnya MKD ingin mendapatkan input dari para penegak hukum di daerah, baik Kepolisian daerah maupun Kejaksaan.
Masukan dari Polda ataupun masukan dari kejaksaan akan menjadi bahan masukan dan akan dibahas kembali secara internal oleh MKD
“Kegiatan tadi pada prinsipnya kita hanya menerima sesuai dengan pemberitahuan mereka akan mensosialisasikan aturan mengenai mahkamah kehormatan dewan, jadi pada prinsipnya mereka ingin mendapatkan masukan dari para penegakan hukum di wilayah untuk penyusunan peraturan yang terbaru nanti, kira kira apa masukan dari kita. input dari kepolisian dan kejaksaan berkaitan dengan penanganan persoalan pidana,” katanya.
Lanjut jenderal bintang dua tersebut, pidana di NTT selama ini sesuai dengan aturan mereka harus minta izin ke MKD untuk pemanggilan atau apapun harus didampingi oleh MKD. Tetapi sekarang pemanggilan anggota DPR harus izin presiden.
Kapolda menilai bahwa dalam sosialisasi pihaknya mendapat kejelasan terkait hak inklusif mereka terhadap anggota. Namun demikian, katanya, MKD juga meminta bantuan dan kerjasama pihak penegak hukum dalam hal ini kepolisian untuk membantu mencari fakta dalam suatu persoalan yang menyeret anggota dewan.
“Mereka minta bantuan kalau ada laporan masyarakat tentang anggota DPR, mereka minta bantuan kita untuk mencari fakta yang sebenarnya apakah fakta ini benar, artinya minta bantuan polisi dalam penyidikannya,” kata Kapolda.
Terkait kasus anggota DPR di wilayah hukum Polda NTT, Kapolda mengakui hanya satu kasus pidana yang melibatkan anggota DPR yakni kasus oknum anggota DPRD yang terlibat perjudian beberapa waktu lalu di Kota Kupang.
“Hanya satu anggota DPRD yang terlibat perjudian. Tetapi selama ini memang minim dilakukan,” tutupnya. (wil)