Srikandi DPRD NTT Tanggapi Pergeseran APBD 2019

  • Bagikan
Srikandi DPRD NTT Tanggapi Pergeseran APBD 2019

Kupang, Penatimor.com – Aulora Agrava Modok namanya, satu-satunya srikandi di DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang angkat bicara ketika semua faksi di tubuh DPRD bersama Pemerintah memperdebatkan pergeseran APBD tahun 2019.

Tutur katanya santun dan ramah, nada bicaranya lembut, jauh dari kesan kasar, meski kadang meninggi namun terukur, bahkan sesekali menyentak yang mendengar vokalnya kala bersuara lantang dalam forum.

Dia memang pendatang baru di kancah politikan dan mungkin belum terlalu familiar bagi masyarakat NTT. Namun, perempuan yang satu ini terbilang salah satu primadona di Komisi V DPRD NTT.

Pasalnya, perempuan kelahiran Kupang 13 Maret 1984 ini cukup konsisten dan vokal menyuarakan aspirasi serta kegelisahan masyarakat di provinsi termiskin ketiga di Indonesia sesuai data BPS NTT tahun 2018.

Aulora Agrava Modok merupakan anggota DPRD NTT pergantian antar waktu (PAW) dari Fraksi PDI Perjuangan yang dilantik pada Senin (25/6/2018),  menggantikan Nelson Obed Matara yang saat itu mencalonkan diri sebagai bupati di Kabupaten Kupang.

Perempuan anggun dan sederhana yang biasa disapa Ola ini menghabiskan waktunya di luar NTT guna menuntut ilmu di Jakarta dengan melanjutkan pendidikan setelah menamatkan SMA di Kota Kupang.

Sejak mahasiswa, Ola aktif dalam pendampingan dan advokasi persoalan rakyat, mulai dari penggusuran hingga pelanggaran HAM yang menimpa masyarakat.

Pengalaman sebagai aktivis demokrasi dan HAM tersebut, memberikan inspirasi dan aspirasi kehidupan sebagai bekal untuk terus menerus membela yang lemah, membantu masyarakat yang tertindas dan bentuk pembelaan lainnya untuk memperbaiki kehidupan masyarakat.

Hal ini terbukti, ketika rapat gabungan Komisi DPRD NTT dengan agenda Penjelasan Pemerintah Provinsi NTT terkait pergeseran APBD 2019 yang dihelat di ruang Kelimutu DPRD NTT, Rabu (3/7/2019). Dia tak bergeming menyimak penjelasan Pemerintah NTT.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTT, Benediktus Polo Maing saat itu menjelaskan, pergeseran volume dari ruas jalan Nggongi- Wahang- Malahar di Kabupaten Sumba Timur ke Bokong- Lelogama di Kabupaten Kupang terjadi karena sejumlah pertimbangan. “Pergeseran anggaran ini terjadi pada rincian DPA Dinas Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat TA. 2019,” ungkap Benediktus.

Benediktus menyebutkan, pertimbangan pergeseran anggaran tersebut yakni untuk peningkatan akses ke perbatasan negara serta peningkatan aktifitas ekonomi masyarakat dan antarnegara ke depan.

Selain itu, lanjut Benediktus, ada pembangunan Observatorium Nasional dan Taman Nasional Langit Gelap oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) di Kabupaten Kupang. “Secara teknis lebar jalan 4,5 meter kurang memadai sehingga perlu ditingkatkan lebar jalan menjadi 5,5 meter agar berfungsi dan berperan lebih optimal” sebutnya.

Dia menambahkan, penambahan lebar ruas jalan Bokong- Lelogama ini membutuhkan tambahan dana sebesar Rp 26.480.779.000, sehingga perlu dilakukan penyesuaian kembali atas ruas jalan yang ada.

Usai mendengarkan penjelasan Pemerintah terkait pergeseran anggaran sepihak yang dilakukan tanpa persetujuan DPRD tersebut, membuncah kesal Ola menanggapi penjelasan itu.

Dari sudut duduknya, Ola pun angkat bicara. Menurutnya, terkait pergeseran anggaran, sesungguhnya pemahaman umum yakni selain adanya kebutuhan mendesak, adanya urusan force majeure atau keadaan yang terjadi di luar kemampuan manusia sehingga kerugian tidak dapat dihindari, seperti banjir dan gempa bumi, maka hal itu bisa dilakukan.

“Saya tidak menutup diri terhadap pergeseran anggaran ini tetapi bagi saya ketika pergeseran ini terjadi saat ini atau nanti, maka kita akan menganggap ini sebagai hal biasa yang seolah-olah apa yang sudah kita putuskan di Banggar, apa yang kita anggap paling prioritas dari urusan 22 kabupaten kota ini, maka kita akan kembali dengan kesepihakan pemerintah untuk menganggap okelah kita pindahkan ke tempat sini, nanti baru kita bikin forum untuk memberikan pemahaman atau pemakluman kepada anggota DPRD,” ungkapnya.

Sebagai anggota DPRD NTT, Ola menegaskan, fungsi kontrol atau pengawasan harus dijalankan baik secara pribadi maupun kelembagaan. Sebab, hal itu harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat yang telah memilih anggota DPRD sebagai representasi masyarakat di lembaga yang terhormat itu.

“Mungkin teman-teman lain menganggap ya sudah, tapi saya merasa itu harus saya jalankan. Baik secara pribadi maupun kelembagaan, karena ini penting. Sebab nanti masyarakat bertanya kita mau menjelaskan seperti apa. Saya tidak tahu bapak dan ibu merasa malu atau tidak,” gugatnya.

Dia mencontohkan, ketika dirinya melakukan sosialisasi Perda di Kabupaten Sabu Raijua, masyarakat mempertanyakan pembangunan ruas jalan provinsi di daerah itu, yang mana masyarakat menyatakan sudah didatangi Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi NTT dan menyampaikan akan membangun ruas jalan provinsi.

“Saya bilang, oh iya saya ingat waktu kami rapat Banggar itu 2,5 km, untuk khusus Kabupaten Sabu Raijua dan Rote Ndao yang saya ikuti. Mereka merasa bahwa pemerintah provinsi tebang pilih atau diskriminatif untuk membangun seluruh ruas jalan provinsi di daerah ini,” ujarnya.

Menurutnya, hal seperti ini perlu dijelaskan sehingga masyarakat bisa memahami dan menerimanya, meskipun dianggarkan hanya untuk 2,5 km, walaupun sesungguhnya itu tidak berarti untuk menyambung keterisolasian akses masyarakat dari ujung ke ujung pulau- pulau terluar di NTT.

“Saya sangat kecewa, ketika masyarakat berbunga-bunga didatangi dinas PU lalu tahun berikutnya hilang semua harapan itu, dan yang ada hanya maintenance jalan provinsi yang anggarannya kurang dari Rp 1 miliar,” sesalnya.

Ola menganggap, pemerintah seolah-olah bermain-main dengan urusan memprioritaskan pembangunan di daerah terluar. Akibat pergeseran anggaran yang dilakukan sepihak oleh pemerintah tanpa persetujuan DPRD. “Bagaimana pertanggungjawaban rapat-rapat terhormat kita di Banggar, ketika habis itu dimentahkan untuk digeser sesuka hati,” kata Ola.

Dia menegaskan, pemerintah provinsi adalah representasi dari pemerintah pusat, untuk menghadirkan peran, kepedulian dan porsi perhatian terhadap pembangunan infrastruktur di daerah. “Ini kita baru bicara infrastruktur, belum bicara soal pembangunan sumber daya manusia, sangat kacau, kita tidak pusing dengan orang-orang di kampung sana, mereka selalu menderita, selalu tertinggal, terbelakang dalam segala dimensi kehidupan,” tegasnya.

Ola berharap, proses pembangunan di 22 kabupaten/ kota yang ada di NTT harus berjalan serentak sesuai visi dan misi Pemerintah NTT yaitu NTT Bangkit, NTT Sejahtera. Bukan pembangunan di daerah yang satu didahulukan sementara yang lain tertinggal.

“Bukan dengan cara seperti ini. Bagi saya, kalau orang minta maaf urusan pribadi mungkin saya terima, tapi urusan lembaga ini tidak bisa dianggap remeh, kita harus saling menghormati. Menyelenggarakan anggaran, kami yang mengawasi dan mengontrol juga harus diberi porsi, untuk mengetahui mekanisme apa yang dilakukan. Sehingga kita sama-sama percaya, sama-sama menjaga dan melindungi martabat dari lembaga kita masing-masing,” tegasnya lagi.

“Saya yakin kalau ini dibiarkan maka 1 atau 2 tahun akan ada lagi kondisi yang sama seperti saat ini, kemudian minta maaf lagi, dan lainnya segala. Bagi saya ini mengurangi martabat DPRD. Minta maaf saja tidak cukup, tapi bagaimana mengembalikan kepercayaan masyarakat di daerah bahwa pemerintah bisa mengakselerasi kemajuan mereka secara serentak. Tidak satu atau kabupaten/ kota saja,” imbuhnya.

Dia berargumen, seluruh masyarakat di provinsi berbasis kepulauan itu sedang menaruh harapan dan ekspektasi tinggi terhadap visi besar pemerintah dalam hal ini Gubernur dan Wakil Gubernur NTT yaitu NTT bangkit, NTT sejahtera.

“Kalau yang bangkit dan sejahtera itu hanya sejumlah kabupaten/ kota saja, maka bagi saya, kita sudah gagal melaksanakan visi dan misi ini. Wajar saya kecewa, dan ini forum untuk menumpahkan kekesalan dan kekecewaan kita, kalau kita tidak bisa bersinergis dengan Pemerintah dan Pemerintah tidak bisa bersinergis dengan DPRD,” tandas srikandi DPRD NTT, Aulora Agrava Modok.

Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPRD NTT, Alexander Take Ofong dari Fraksi NasDem itu cukup alot karena diwarnai ‘hujan’ interupsi dari sejumlah anggota DPRD yang merasa tidak puas dengan penjelasan Pemerintah NTT mengenai alasan pergeseran anggaran tersebut. (R2)

  • Bagikan