Linda Kredit Rp 5 Miliar di Bank NTT, Diduga Bermasalah, Dilidik Kejari Kupang

  • Bagikan
Linda Kredit Rp 5 Miliar di Bank NTT, Diduga Bermasalah, Dilidik Kejari Kupang

Kupang, penatimor.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang saat ini sedang melidik perkara dugaan korupsi kredit fiktif di Bank NTT.

Perkara ini masih berkaitan dengan proyek NTT Fair yang perkaranya sedang disidik Kejati NTT.

Terkait perkara ini, jaksa telah memintai keterangan sejumlah pihak.

Termasuk Direktur PT Cipta Eka Puri Hadmen Puri yang mengerjakan proyek NTT Fair.

Hadmen yang kini ditahan sebagai tersangka dugaan korupsi proyek NTT Fair, diperiksa Kasi Pidsus Kejari Kota Kupang Fredrix Bere menggunakan ruang pemeriksaan di gedung kantor Kajati NTT, Selasa (9/7).

Kuasa Hukum Hadmen Puri Marthen Dilak, SH.,MH., mengatakan, kliennya dimintai keterangan terkait kredit senilai Rp 5 miliar di Bank NTT yang dilakukan Linda Liudianto selaku Kuasa Direktur PT Cipta Eka Puri.

Marthen menjelaskan, pengajuan kredit yang dilakukan Linda Liudianto tanpa sepengatahuan Hadmen.

Dijelaskan, kliennya dipanggil memberikan keterangan karena sekitar bulan September 2018, Linda Liudianto mengajukan kredit ke Bank NTT dengan mengurus segala persyaratan hingga selesai tanpa sepengatahuan Hadmen.

Setelah semua pengurusan persyaratan pengajuan kredit sudah siap, barulah Linda memberitahu Hamden untuk datang menandatangani kontrak kredit di Bank NTT.

“Waktu itu karena dalam keadaan sakit, sehingga pak Hadmen sampaikan ke Linda kalau tidak bisa datang. Tapi Linda bilang kalau pak (Hadmen) tidak datang maka proyek ini (NTT Fair) tidak bisa jalan lagi. Karena uang yang termin pertama sudah habis digunakan. Akhirnya dalam keadaan sakit pun terpaksa pak Hadmen datang,” kata Marthen.

Dia melanjutkan, waktu mengajukan kredit ke Bank NTT, Linda menjaminkan sebagai agunan 50 unit rumah yang menurut Linda berada di Kota Kupang, dengan asumsi nilai jual rumah per unit itu Rp 200 juta, sehingga kalau diakumulasikan menjadi senilai Rp 10 miliar.

“Karena nilai angunan nya Rp 10 miliar, lebih dari pinjaman Rp 5 miliar, jadi Bank NTT akhirnya percaya dan semua proses pengajuan kredit disetujui oleh pihak perbankan,” beber Marthen.

Ditambahkan, walaupun dalam keadaan sakit, namun Hadmen Puri terpaksa datang ke Kupang, selanjutnya oleh Linda Liudianto, Hadmen dibawa ke Bank NTT.

“Saat itu pak Hadmen dibawa ke Bank NTT, lantai 2 bagian belakang. Di sana Hadmen diminta untuk tanda tangan, terus ke notaris, dan hari itu juga setelah tanda tangan kontrak pengajuan kredit ke bank, uang sudah keluar dari Bank NTT,” ungkap Marthen.

Informasi yang dihimpun, menyebutkan, terkait angunan 50 rumah tersebut, tidak dilakukan pemeriksaan lokasi dan permintaan IMB dan persyaratan standar lainnya, namun saat penandatangan oleh Hadmen Puri, saat itu juga Bank NTT mencairkan pinjaman sesuai pengajuan Linda Liudianto senilai Rp 5 miliar.

Dan semua uang dari Bank NTT tersebut diambil oleh Linda, dimana berdasarkan cek, pertama kali diambil Rp 1 miliar, kemudian secara berturut-turut Rp 1 miliar, Rp 1,5 miliar, Rp 1 miliar, sehingga total yang sudah dicairkan Rp 4,5 miliar.

Sementara itu, Kejati NTT diminta segera menetapkan oknum pejabat Bank NTT sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi proyek NTT Fair.

Oknum pejabat Bank NTT ini diduga memiliki hubungan keluarga dengan tersangka Linda Liudianto sehingga membantu proses peminjaman uang di Bank NTT tanpa melalui proses pinjaman yang jelas.

Hal tersebut disampaikan huasa hukum Direktur PT Cipta Eka Puri Hadmen Puri, Samuel Haning, SH., MH saat menggelar konferensi pers, Rabu (10/7).

Samuel Haning mengatakan, penyidik Kejati NTT jangan tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi NTT Fair karena ada keterlibatan pihak Bank NTT yang memberikan pinjaman tanpa melalui proses survei namun mencairkan uang kepada kliennya.

“Kejati harus tangani kasus ini secara arif dan bijak sesuai aturan hukum yang ada. Klien saya tidak terima dana proyek tetapi ditetapkan sebagai tersangka. Sebenarnya itu selain pemegang hak kuasa direktur yang sudah di tetapkan sebagai tersangka, pejabat Bank NTT yang diketahui atasnama Tedjo itu juga harus di tetapkan sebagai tersangka karena melakukan konspirasi dengan melakukan jaminan pinjaman fiktif untuk meminjam uang Rp5 miliar,” tegas Samuel Haning.

Menurut Samuel, dalam surat kuasa Direktur PT Cipta Eka Puri sebagaimana tertuang dalam salinan akta notaris Imron SH di Tangerang yang terbit pada tanggal 7 mei 2018 diberikan kepada Linda Liudianto (Peminjam bendera) sudah tertulis poin-poin bahwa ketika nanti kemudian hari ada temuan BPK maupun KPK bahwa ada kasus di lapangan maka menjadi tanggung jawab dari penerima kuasa direktur.

“Klien saya tidak menerima uang proyek apapun karena klien saya hanya mendapatkan uang 2 persen untuk pembayaran dari Linda Liudianto sebagai peminjam bendera dan itu sah-sah saja karena klien saya terima fee bendera bukan fee proyek.” ungkapnya.

Haning juga mempertanyakan keterlibatan Tedjo di Bank NTT yang mengakomodir permohonan peminjaman uang Rp 5 milyar yang diajukan Linda Liudianto. Karena kelelaian mereka maka ada kerugian negara.

Haning menambahkan, kliennya sudah mengembalikan fee 2 persen dari hasil peminjaman bendera itu yang dinilai  sebagai kerugian negara.

“Diduga pinjaman Linda Liudianto di Bank NTT menggunakan jaminan fiktif. Tedjo dan Linda Liudianto ada hubungan keluarga yang melakukan konspirasi untuk memperlancar proses peminjaman uang di Bank NTT sehingga saya atas nama klien meminta jaksa segera proses dan tetapkan pejabat Bank NTT sebagai tersangka,” tegasnya.

Sementara, Amos Cadu Hina kuasa hukum Linda Liudianto membenarkan adanya peminjaman uang Rp 5 miliar yang diajukan kliennya melalui Hadmen Puri sebagai Direktur PT Cipta Eka Puri kepada Bank NTT dengan menggadaikan 50 sertifikat diantaranya 20 sertifikat rumah yang sudah jadi dan ada 30 sertifikat tanpa bangunan.

“Satu kompleks perumahan dengan jumlah 20 rumah itu semua di Kupang, sedangkan 30 sertifikat kosong tanpa bangunan itu hanya tambahan saja sesuai permintaan bank untuk memenuhi persyaratan peminjaman uang dengan jumlah yang besar. Peminjaman uang itu diajukan oleh Hadmen Puri sebagai pemilik bendera sedangkan klien saya yang kasih sertifikat itu,” paparnya.

Amos juga meminta pihak kejaksaan terus melakukan penyelidikan jika menemukan siapa pun yang terlibat dalam kasus NTT Fair harus ditetapkan sebagai tersangka tanpa tebang pilih.

Menurut Amos, jika ada kasus jaminan fiktif maka tentunya itu sudah tidak ada kaitan dengan kasus NTT Fair sehingga itu harus dipisahkan.

“Itu sudah beda kasusnya, kalau memang ada jaminan fiktif maka itu sudah beda kasus, yang perlu jaksa teliti juga soal pemblokiran Rp 12 miliar pencairan akhir yang ada perpindahan uang dari rekening Hadmen Puri ke klien saya,” tandasnya. (wil)

  • Bagikan