Kupang, Penatimor.com – Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Jimmi Sianto kembali berbicara lantang. Kali ini, pada sidang paripurna dengan dua agenda sekaligus, yakni Pendapat Gubernur terhadap Ranperda Prakarsa DPRD Provinsi NTT dan Pemandangan Umum Fraksi terhadap Ranperda Provinsi NTT yang digelar Kamis (18/7/2019) di Ruang Kelimutu Gedung DPRD NTT.
Rapat paripurna tersebut dipimpin Ketua DPRD NTT, Anwar Pua Geno dan dari pihak eksekutif dihadiri oleh Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi. Pada saat itu, setelah membuka sidang, Ketua DPRD mempersilakan Wagub untuk membacakan tanggapan gubernur terhadap tiga ranperda usul prakarsa DPRD NTT.
Wagub Nae Soi pun membacakan Tanggapan Gubernur terhadap Tiga Ranperda Usul Prakarsa DPRD NTT tersebut dengan lancar hingga selesai. Selanjutnya, Ketua DPRD NTT mempersilakan fraksi-fraksi di DPRD NTT untuk menyampaikan Pemandangan Umum terkait Ranperda Usulan Pemerintah.
Namun, sebelum ada satu pun fraksi yang menyampaikan pemandangan umumnya, tiba-tiba dari tempat duduknya, Ketua Komisi V DPRD NTT, Jimmi Sianto langsung memencet microphone yang ada tepat dihadapannya, dan meminta kepada pimpinan sidang untuk menginterupsi.
Anwar Pua Geno yang memimpin jalannya sidang tersebut kemudian mempersilakan ketua Komisi V itu untuk berbicara. Jimmi pun memohon izin langsung kepada pimpinan untuk angkat bicara. Pada kesempatan itu, dia menyampaikan sejumlah persoalan yang terjadi di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi NTT yang dianggapnya berpotensi menimbulkan permasalahan serius.
“Dua hari ini para guru terutama guru honor baik itu komite maupun yayasan dibuat resah dengan keluarnya Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas terkait nama-nama yang mendapatkan tambahan insentif dari pemerintah,” cetus Jimmi.
Padahal, lanjut Jimmi, sesuai kesepakatan dalam pembahasan APBD 2019, maka telah dialokasikan anggaran sebagai tambahan anggaran bagi semua guru honorer, tetapi tertunda hingga sekian lama, kemudian muncul keputusan berbeda dengan kesepakatan awal.
“Tidak semua terakomodir, saya contohkan jika di satu sekolah ada 30-an guru tapi kemudian yang diakomodir hanya 2 atau 3 orang saja. Yang anehnya lagi Pak Wagub, yang diakomodir adalah guru yang baru mengabdi beberapa tahun, sedangkan yang sudah lebih lama justru tidak diakomodir,” ujar Jimmi.
Karena itu, Jimmi menegaskan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT melalui Wagub Josef Nae Soi untuk memberikan perhatian serius terhadap persoalan dimaksud. Dia juga mempertanyakan, anggaran yang sudah dialokasikan untuk semua guru honor baik komite maupun yayasan, tetapi kenapa tidak semuanya diakomodir.
“Saya mohon perhatian dari Pak Wagub karena sepertinya ada mafia besar di Dinas Dikbud NTT. Saya juga berharap, besok ketika Pak Sekda datang rapat Banggar untuk bahas KUA PPAS Perubahan 2019 maupun KUA PPAS 2020, sudah membawa informasi bahwa sudah diubah dan semua sudah terakomodir. Bila tidak maka kita pasti akan masalah sampai air laut kering,” tandas Jimmi. (ale)